Kapan Lagi Kau Datang Asian Games


Sejak 2012, Indonesia sudah percaya diri mampu menggelar sebuah pesta olahraga sekelas Asian Games. Moncernya pertumbuhan ekonomi ditambah romantisme Asian Games 1962 Jakarta membuat mayoritas anak bangsa mendukung proposal Kota Surabaya sebagai calon tuan rumah Asian Games 2019.


Sayang, Surabaya akhirnya kalah dari Kota Hanoi, Vietnam, ketika voting pemilihan tuan rumah digelar Komite Olimpiade Asia (OCA). Tapi, mungkin sudah takdir negeri ini bila dua tahun kemudian Hanoi mengundurkan diri karena merasa tak mampu menggelar Asian Games. Indonesia mengajukan diri lagi dengan menawarkan Jakarta dan Palembang. OCA pun manut saja ketika Indonesia meminta ajang olahraga multicabang itu dimundurkan setahun karena pada 2019 ada pemilihan umum.

Perjalanan sejarah kemudian menggiring kita ke tanggal 18 bulan 8 tahun 2018 kala Asian Games dibuka dengan upacara megah. Itulah buah dari jerih perjuangan dan persiapan panjang nan melelahkan. Sebuah seremoni yang tak disangka-sangka karena sebelum hari-H orang-orang berdebat soal euforia yang masih hangat-hangat kuku.

Jakarta memang agak lambat untuk menyambut kembali Asian Games kedua. Infrastruktur dikebut, terutama untuk merenovasi Kompleks Gelora Bung Karno. Tapi mempercantik diri dengan infrastruktur penunjang baru dilakukan belakangan. Proyek pedesterian di sekitar Jln. MH Thamrin dan Jln. Jenderal Sudirman pun lebih beraroma kejar setoran. Memang selesai juga meski sebenarnya tidak sempurna.

Di sisi lain, masyarakat sesungguhnya sangat menantikan acara itu meski  dengan kemampuan terbatas mereka. Kita bisa tengok spanduk-spanduk dukungan Asian Games 2018 ramai dipampang di pintu masuk kampung, kelurahan, RW, atau bahkan RT. Dinding-dinding tepi jalan dilukis dengan tiga maskot Asian Games 2018 dan bendera negara-negara peserta. Selain itu, pemilik toko tepi jalan tak lupa menghiasi lapak dengan spanduk dukungan meski hanya alakadar.

Kemeriahan penyambutan itu berlangsung di seantero Jakarta meskipun mereka sadar bahwa kontingen-kontingen asing tidak melewati kampung mereka. Masyarakat bukannya tidak tahu bahwa orang-orang asing itu hanya berkeliaran di sekitar GBK, Wisma Atlet Kemayoran, Taman Mini Indonesia Indah atau beberapa titik gelanggang lain di Jakarta.

Tapi, itulah cara mereka mendukung Asian Games. Selebihnya, euforia itu digambarkan tentu saja dengan datang ke tempat-tempat pertandingan. Ada atau tidak ada atlet Indonesia bukan soal.

Tak heran kiranya banyak orang terkejut bahwa di beberapa gelanggang tiket habis terjual. Wajah-wajah kecewa muncul ketika diberi tahu oleh sang penjual bahwa tiada lagi tiket tersisa. Padahal, mereka tak soal kalau harga tiket dibanderol mahal. Toh penduduk Jakarta memang punya kemampuan ekonomi lebih baik dari daerah lain.

Maka menonton televisi atau mempelototi situs internet adalah pilihan akhir untuk merasakan euforia Asian Games. Rating televisi pun melonjak naik, sementara situs internet mendadak diserbu rasa penasaran orang-orang atas kejadian di arena.

Mungkin euforia ada kaitannya dengan prestasi yang ditorehkan oleh atlet-atlet Indonesia. Bulutangkis melahirkan bintang-bintang baru, berjuang sangat heroik. Performa pemain-pemain sepak bola menjanjikan, meskipun akhirnya kalah dengan cara tak wajar di babak perdelapanfinal.

Tapi bukan hanya dua olahraga paling populer itu saja. Tiba-tiba masyarakat Indonesia mengakrabi pencak silat yang mampu meraih 14 emas. Kita yang selama ini mengenal paralayang dan panjat tebing sekadar kegiatan ektrakurikuler tersadar bahwa rupanya bisa pula mengibarkan Merah Putih.

Total 31 medali emas berhasil digondol oleh kontingen Indonesia di Asian Games 2018, nomor empat setelah China, Jepang, dan Korea Selatan. Rekor medali emas terbanyak selama sejarah negeri ini mengikuti pesta olahraga itu. Bonus-bonus mengucur ke rekening atlet. Menanti pula tawaran bintang iklan dan publikasi di media-media.

Indonesia sukses besar! Berhasil menjadi penyelenggara dan tuan rumah, berhasil pula meraih prestasi. Sarana dan prasarana yang telah terbangun akan diwariskan untuk pengembangan olahraga pada masa depan. Selain itu, tentu menjadi monumen hidup atas sebuah peristiwa besar skala dunia di negeri ini.

Memang akan menjadi monumen karena mulai besok, 3 September 2018, tidak ada lagi Asian Games. Tidak ada lagi wajah-wajah Asia dan sorakan-sorakan dukungan mereka. Pesta dua minggu usai sudah.

Entah kapan lagi Asian Games datang ke negeri ini…

Komentar

Terpopuler

Perempat Final Sensasional di Piala Asia U-23

Hasil Ultra Petita dari Shin Tae-yong

Level Tinggi Garuda Muda