Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2012

“Robbery” Kembali Tak Utuh, Muenchen pun Gagal

Gambar
Arjen Robben dan Franck Ribery adalah dua pemain asing di antara taburan bintang Jerman di FC Bayern Muenchen. Pada 2009 keduanya disatukan Tanah Bavaria dari latar belakang berbeda. Robben mendapat “degradasi” karena dibuang dari tim terbaik sepanjang masa, Real Madrid. Ribery sebaliknya, “promosi” dari Olympique Marseille yang prestasinya tidak semenonjol Die Rotten di dataran Eropa.    Rasa sakit dan rasa gembira itu dikawinkan menjadi kekuatan yang dahsyat. Kurang dari setahun saja, duet Belanda-Prancis itu membawa Bayern Muenchen menjadi klub terhebat di Jerman dan ditakuti seantero Eropa. Sebelum 23 Mei 2010, Muenchen sudah meraih dua gelar bergengsi: juara Bundesliga dan DFB Pokal. Masih belum cukup, “Robbery” membawa FC Hollywood ke final Liga Champion menantang FC Internazionale Milano.  Tapi, harga menebus tiket final itu teramat mahal. Franck Ribery mendapat akumulasi kartu kuning pada leg kedua semifinal menghadapi Lyon. Harapan bermain di final pun ka

Etihad Stadium: The New “Theatre of Dream” of Manchester

Gambar
Bagaimana dramatisnya Manchester City meraih juara Liga Primer Inggris semalam makin membuktikan bahwa kompetisi terbaik di dunia memang berada di Tanah Inggris. Semua kita yang menyaksikan di televisi merasakan ketegangan hingga detik-detik terakhir layaknya sebuah pertandinan final Piala Dunia atau Liga Champion. Kita patut ucapkan terima kasih kepada orang Inggris. Pertama karena merekalah yang “menemukan” sepak bola. Kedua tentu saja karena mereka pula yang membuat kompetisi sepak bola ditata secara profesional, menarik, dan menegangkan. Sejak Liga Primer Inggris bergulir pada 1991, seluruh dunia pun mengadopsi tata kelola liga profesional dari sana. Sepanjang dekade 1990-an, Liga Inggris mungkin kalah tenar dibanding Liga Italia. Tapi kemudian Serie A mengalami penurunan kualitas terutama sekali akibat skandal calciopoli pada 2006 yang memalukan itu. Sejak itulah Liga Primer mejadi liga nomor satu karena ketatnya persaingan untuk merebut gelar, jatah Eropa, atau lolos dari jurang

Ada Dua Arema, Tapi (Masih) Satu yang Edan

Gambar
Cukup banyak klub Indonesia yang terinspirasi dengan binatang. Maka dijadikanlah nama-nama binatang sebagai  julukan. Sebagai pencinta sepak bola nasional pastilah kita akrab dengan nama Kabau Sirah atau Kerbau Merah (Semen Padang), Juku Eja alias Ikan Merah (PSM), Bajul Ijo (Persebaya), Maung Bandung (Persib), Ayam Kinantan (PSMS), Macan Putih (Persik), atau Macan Kemayoran (Persija).  Jika kita perhatikan, nama-nama binatang itu ditambahi warna kostum atau daerah di mana klub itu bermarkas. Tapi Arema adalah satu kekecualian. Entah ingin beda sendiri, orang-orang Malang menambahkan kata sifat pada julukan binatang Arema, Singa. Jadilah nama “Singo Edan” dilekatkan pada klub yang berdiri pada 1987 itu sampai sekarang. Merujuk prestasinya, Arema memang edan. Tidak hanya ketika berlaga di era Galatama, setelah itu pun prestasinya cukup membanggakan. Dua kali juara Piala Indonesia, sekali merengkuh trofi ISL. Bukan itu saja , suporternya yang dikenal dengan Aremania juga sama e

Inter Menang, Liga Champion Tetap Melayang (?)

Gambar
inter.it Ironis! Inilah kata yang paling pas ditujukan untuk Inter Milan ketika dini hari tadi berhasil mengalahkan rival sekota, AC Milan. Dalam sejarah Derby della Madonina , keberhasilan mengalahkan Rosonerri berpengaruh besar bagi prestasi Inter. Tapi tahun ini, hanya sedikit, kalau bukan nyaris tidak ada, manfaat dari kemenangan derby itu.    Sungguh sangat disayangkan jika klub sebesar Inter tidak bisa berlaga di Liga Champion musim depan. Ini konsekuensi logis dari penampilan buruk Nerazzurri, sekaligus dampak menurunnya poin koefisien Liga Italia. Faktor yang pertama jelas paling menentukan karena jangankan bersaing merebut scudetto, berada di papan atas saja sulitnya bukan main. Faktor kedua hanya menambah kepedihan karena kini tidak lagi posisi empat, tetapi penghuni tiga besar saja yang bisa berlaga di kompetisi tertinggi antarklub Eropa. Melihat bagaimana penampilan Sneijder dkk dini hari tadi, tidak ada yang berbeda se

“Killing Punch” The Blues itu Bernama Drogba

Gambar
premierleague.com Pastilah jantung kita hampir copot tatkala menyaksikan petinju Daud Jordan terjatuh karena pukulan Lorenzo Villanueva, Minggu malam kemarin. Lawannya yang asal Filipina itu melancarkan serangan bertubi-tubi lewat tangan kiri meski laga baru berjalan satu ronde. Kita tambah pesimis tatkala membaca statistik Lorenzo yang dalam sejarahnya selalu menang KO.  Tapi Si Cino tahu bahwa di balik kekuatan itu terselip juga kelemahan. Memasuki ronde kedua, petinju asal Kalbar itu membalas dengan pukulan yang tak kalah mematikannya. Lawan pun jatuh. Tapi Lorenzo masih mampu bangkit untuk melanjutkan “perkelahian”-nya. Entah dalam keadaan sadar penuh atau tidak, lagi-lagi Cino menyasarkan tinjunya tepat di muka Lorenzo. Kembali, sang lawan tersungkur. Tapi kali ini dia tidak bisa bangkit kembali dan wasit pun menghentikan duel seru tersebut. Daud Jordan menang hanya dengan dua ronde! Harus saya akui, itulah pertandingan tinju yang palin