Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Messi, Messi-nya Jerman, dan Keadilan

Gambar
Lionel Messi pasti paham apa itu ketidakadilan dalam sepak bola. Bersama Barcelona, dia percaya bahwa tim terbaiklah yang seharusnya menggondol trofi juara, di turnamen apapun itu. Saat El Barca hattrick gelar di Liga Spanyol dari 2009 hingga 2011, tidak ada yang meragukan kehebatan klub Catalan itu bersama pelatih Josep “Pep” Guardiola. Di Liga Champion, mereka menaklukkan tim favorit Manchester United di babak final 2009 dan 2011. Tatkala Barcelona kalah dari Inter Milan di musim 2009/2010, Messi merasakan ketidakadilan. Anak asuh Jose Mourinho memarkir, bukan bus, melainkan pesawat, yang membuat mereka tersingkir di babak semifinal. Penguasaan bola 90 persen mengadapi 10 pemain lawan kala itu, tidak mampu mengubah nasib. Peristiwa yang sama terulang di musim 2011/2012. Kali ini reinkarnasi Inter adalah Chelsea. Juga memakai kostum biru. Proses tersingkirnya sama: kalah di kandang lawan, gagal unggul agregat di leg kedua. Dan sama-sama menghadapi 10 pemain ketika John T

Piala Dunia 2014: Brasil Makmur, Selecao Hancur

Gambar
Brasil membangun kedigdayaan sepak bolanya dari kekalahan. Pada 1950, Brasil yang menjadi tuan rumah Piala Dunia takluk 1-2 dari Uruguay dalam laga penentuan gelar juara. Semenjak itu, Brasil berbenah. Delapan tahun kemudian, gelar itu ditebus seorang Edson Arantes do Nascimento atau Pele. Pemuda 18 tahun ini menjadi bintang terang di Piala Dunia 1958 Swedia. Perjalanan sejarah Tim Samba kemudian ditentukan oleh kehadirannya. Pada 2008, Brasil terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014. Tentu masa pahit 1950 itu tidak ingin diulang. Presiden Luiz Inacio Lula da Silva berhasil membawa kemajuan ekonomi. Brasil punya materi untuk menghelat pesta olahraga yang berbiaya tinggi. Tidak hanya coupe du monde , pada 2009 Kota Rio de Janerio juga ditunjuk menjadi tuan rumah Olimpiade 2016. Mungkin Lula ingin proyek mercusuar. Dia ingin ada proyek monumental yang dia wariskan. Ya, diwariskan. Karena yang menikmati dua even akbar itu adalah presiden Brasil saat ini Dilma Rousseff—jika k

Berbenahlah, Les Blues!

Gambar
Pada Piala Dunia 2010, Perancis mempermalukan diri mereka sendiri. Gugur di babak penyisihan, pulang dengan membawa aib pemberontakan pemain. Empat tahun berselang, di Piala Dunia 2014, Les Blues tersingkir di perempat final. Namun, kali ini mereka angkat koper secara terhormat. Semalam, Perancis tidak beruntung. Bahkan ketidakberuntungan itu dimulai sejak undian grup pada akhir 2013 yang memprediksi mereka bertemu Jerman di babak delapan besar. Tim Panser kembali membuktikan diri sebagai spesialis turnamen. Satu sundulan Mats Hummels cukup untuk lolos ke babak empat besar. Perancis memang kehilangan gereget sebagai tim besar sejak Zinedine Zidane pensiun usai Piala Dunia 2006. Kemudian muncul pemain yang dianggap layak menggantikan Zizou. Salah satunya Franck Ribery. Kebintangan Ribery tak perlu diragukan, khususnya di level klub. Sejak hijrah ke Bayern Muenchen pada 2007, dia menjadi salah satu aktor kesuksesan klub Jerman tersebut. FC Hollywood sukses diantarkan merebut

El Clasico Kembali ke “Status Quo”

Gambar
Sudah lama saya tidak menyaksikan laga El Clasico. Konon pertandingan antara Real Madrid dengan Barcelona adalah yang paling banyak disaksikan di televisi. Terlebih, lima tahun belakangan Real Madrid dan Barcelona diperkuat dua pemain yang disebut-sebut terbaik di planet ini. El Clasico La Liga musim 2013/2014 penting, terutama bagi Barcelona. Di klasemen sementara, klub asuhan Gerardo “Tata” Martino ini tertinggal empat angka dari musuh abadinya itu. Jika kalah maka persaingan gelar menjadi milik “duo Madrid”, Real dan Atletico. Oleh karena itu penting bagi saya menyaksikan pertandingan ini. Tapi melihat pertandingan dini hari tadi, saya kembali kecewa, sebagaimana yang dulu saya alami. Saya kecewa karena untuk kesekian kalinya pertandingan yang menarik tersebut harus diganggu dengan ketidakadilan dari “sang pengadil” alias wasit. Inilah “status quo” yang membuat Barcelona era Pep Guardiola begitu digdaya di hadapan musuh abadinya itu. Saya tidak mengerti mengapa begitu entengnya wa