“Robbery” Kembali Tak Utuh, Muenchen pun Gagal
Rasa sakit dan rasa gembira itu dikawinkan menjadi kekuatan yang dahsyat. Kurang dari setahun saja, duet Belanda-Prancis itu membawa Bayern Muenchen menjadi klub terhebat di Jerman dan ditakuti seantero Eropa. Sebelum 23 Mei 2010, Muenchen sudah meraih dua gelar bergengsi: juara Bundesliga dan DFB Pokal. Masih belum cukup, “Robbery” membawa FC Hollywood ke final Liga Champion menantang FC Internazionale Milano.
Tapi, harga menebus tiket final itu teramat mahal. Franck
Ribery mendapat akumulasi kartu kuning pada leg kedua semifinal menghadapi
Lyon. Harapan bermain di final pun kandas. Di saat yang sama, interisti seluruh
dunia gembira-ria karena Inter Milan tak perlu kerepotan berhadapan dengan
sayap maut lawannya.
Begitulah adanya ketika final berlangsung pada 23 Mei
2010 itu. Santiago Bernabeu menjadi saksi betapa frustasinya pemain Muenchen
yang tak mampu menembus gawang Julio Cesar. Menyerang terus-menerus tidak
membawa hasil. Arjen Robben gagal menunjukkan kehebatannya karena tandemnya
hanya duduk di bangku penonton. Dan, dua gol Diego Milito sudah cukup untuk
menghantarkan Nerazzurri meraih gelar ketiganya.
***
Sayang seribu sayang, begitulah dulu nasib Bayern
Muenchen. Tapi duet “Robbery” tetap dipertahankan ketika Jupp Heynckes
menggantikan Louis van Gaal. Musim 2010/2011 tidak terlalu manis bagi Muenchen.
Namun, secercah harapan muncul kembali di musim 2011/2012 ini ketika Die Rotten
melaju hingga ke final DFB Pokal dan Liga Champion. Ketika Muenchen dikalahkan
oleh Dortmund 5-2 di final DFB minggu lalu, maka mau tak mau Liga Champion
adalah satu-satunya harapan. Sekaligus sebagai penebus kegagalan dua tahun
lalu.
Kali ini, “Robbery” utuh, tidak kekurangan satu
apapun. Final yang dihelat di kandang sendiri menjadi pemacu tambahan untuk
mempersembahkan trofi yang sudah dinanti penggemar mereka selama 11 tahun. Apalagi
lawan yang dihadapi “hanya” Chelsea yang tidak sekuat Real Madrid dan
Barcelona.
Semua mata pun tertuju ke Allianz Arena pada Minggu
(20/5) dini hari tadi (Sabtu malam waktu Jerman). Siapa gerangan yang menjadi
raja Eropa tahun ini, apakah Muenchen untuk kelima kalinya, ataukah Chelsea
untuk kali pertama. Seperti biasa, kita bisa saksikan di layar RCTI dini hari
tadi, Lahm dkk. mendominasi pertandingan. Puluhan peluang dihasilkan dari kaki Mario
Gomez, Thomas Mueller, dan tentu saja: Robben dan Ribery.
Pertahanan Chelsea agak sulit ditembus meski tanpa
kehadiran John Terry. Lini tengah The Blues pun tak mampu meredam Bastian
Schweinsteiger dan Toni Kroos karena tak ada lagi Ramires seperti ketika
menghadapi Barcelona. Praktis, Chelsea tak punya peluang berarti karena bek-bek
Bayern juga sangat disiplin.
Allianz Arena pun seolah ingin menjadi saksi sisi
dramatis babak final. Gol baru tercipta di sepuluh menit akhir pertandingan. Thomas
Mueller membuat gembira suporternya dengan tandukannya di depan gawang Petr
Cech pada menit ke 82. Seolah hasil itu sudah cukup, sang pencetak gol ditarik
beberapa menit kemudian untuk diganti dengan Daniel van Buyten.
Pemain Chelsea sadar, Muenchen hanya ingin
mempertahankan skor 1-0. Maka Lampard dkk. pun memanfaatkan kesempatan yang
ada, termasuk dari tendangan pojok. Tak disangka-sangka, Didier Drogba kembali
menunjukkan bahwa dirinya memang “killing punch” Chelsea. Memanfaatkan
tendangan pojok, Drogba menyundul bola yang tak mampu ditepis Manuel Neuer pada
menit ke-88. Skor 1-1 ini bertahan hingga wasit Proenca meniup peluit tanda
berakhirnya pertandingan.
Final Liga Champion kembali harus menempuh extra time sejak
terakhir kali terjadi pada 2008—yang juga melibatkan Chelsea. Terjadilah petaka
di babak tambahan ini. Drogba yang sebelumnya jadi penyelamat, turun ke wilayah
pertahanan dan secara tiba-tiba “melibas” kaki Ribery yang sedang mengiring
bola di kotak penalti. Wasit menunjuk titik putih dan kartu kuning keluar dari
kantongnya.
Penalti adalah sebuah keuntungan, tapi akan jadi
sebaliknya jika eksekusi gagal. Terlebih pemain yang dilanggar harus dipapah
keluar lapangan karena mengalami cedera parah. Dan memang inilah yang diterima anak
asuh Heynckes. Babak pertama tambahan waktu menjadi saksi kembali tidak utuhnya
duet “Robbery”. Kali ini bukan akumulasi kartu, melainkan cedera yang kembali
harus mengorbankan Franck Ribery. Arjen Robben tentu saja merasa sedih, meski pipinya
sempat terkena bogem mentah dari sahabatnya itu, sebulan yang lalu.
Robben mungkin linglung, tapi dia tetap mengambil bola
penalti. Sedangkan kita bisa saksikan dari layar kaca, Schweni sampai-sampai tidak
berani melihat jalannya eksekusi penalti dan memilih mendekat ke gawang Neuer. Mungkin
dia khawatir, cedera Ribery mempengaruhi psikologis Robben.
Apa yang dikhawatirkan itu terbukti karena Cech
membaca arah bola dengan tepat. Kegagalan Robben membuat ribuan fansnya di Allianz
tidak bisa berkata-kata. Sekaligus, itulah peluang terakhir kedua tim di babak
tambahan waktu, sehingga adu penalti adalah pilihan terakhir untuk menentukan
siapa pemenang laga final.
Hasil penalti itu kemudian memutuskan: Chelsea menang
4-3. Bastian Schweinsteiger, sang penendang terakhir, gagal menjadi penentu
seperti di babak semifinal. Sepakannya mengenai tiang yang memantulkan sang
kulit bundar ke lapangan. Seandainya Schweni berhasil, maka gol Drogba, sebagai
penendang terakhir Chelsea, belum akan menjadi klimaks dari drama di Muenchen
itu.
Namun, lagi-lagi seorang Drogba membuktikan dirinya
sebagai “killing punch”: pukulan mematikan. “Pukulan”-nya menjadi penentu “KO”
tidaknya sang musuh. Drogba malam itu adalah pahlawan dan akan menjadi legenda
The Blues yang dikenang abadi. Kesetiaannya selama delapan tahun mengenakan
kostum biru berbuah hasil manis. Dialah satu-satunya yang masih bertahan dari “angkatan
2004”, yang didatangkan Roman Abramovich bersamaan dengan Jose Mourinho, Richardo
Carvalho, dan…………………
Arjen Robben! Kembali dia tertunduk lesu seperti tahun
final 2010 dan final Piala Dunia 2010. Belum pernah diraihnya gelar bergengsi karena
harus kembali gagal di partai puncak. Juga Ribery yang pernah gagal bersama
Prancis di final Piala Dunia 2006.
Andai saja “Robbery” tetap utuh hingga waktu berakhir,
mungkin cerita di Allianz bakal berkata beda. Sudah terbukti, Robben tak bisa
berbuat apa-apa tanpa Ribery, begitu pun sebaliknya. Sekiranya mereka tetap
bersama, Bayern akan kembali merengkuh kejayaannya yang sempat hilang bertahun-tahun lampau. Semoga fans Bayern
Muenchen masih sabar menunggu kejayaan yang diidam-idamkan tersebut. Entah
kapan…
Sumber gambar di sini
Komentar
Posting Komentar