Si Buta Huruf itu Melatih Inggris?
![]() |
sumber gambar: premierleague.com |
Seandainya hanya gunakan emosi sesaat, seketika saya akan mengatakan Fabio Capello adalah pendukung (baik langsung atau tidak) rasisme. Bagi saya jelas: tidak ada tawar menawar soal rasisme yang sudah dikutuk serendah-rendahnya dari sepak bola, di setiap jengkal tanah permukaan bumi ini. Akan semakin tambah pula perasaan "tidak senang" saya sebagai interisti kepada mantan pelatih AC Milan, AS Roma, dan Juventus itu. (Bagi milanisti, romanisti, dan juventini silahkan tidak membaca kelanjutan tulisan ini, hehe).
Tapi hal ini urung saya lakukan. Keputusan Don Fabio mundur dari pelatih Inggris memang sedikit banyak terkait dengan dugaan rasisme yang dituduhkan kepada John Terry. Namun Capello bukan berhenti karena mendukung rasisme kapten Chelsea itu melainkan haknya terlangkahi oleh intervensi federasi sepak bola Inggris, FA.
Adalah wajar Capello merasa kecewa. Pelatih manapun pasti tidak senang apabila wewenangnya di tim diintervensi oleh manejemen (dalam hal ini FA). Di Indonesia, pelatih timnas U-23 Rahmad Darmawan juga melakukan hal yang sama karena merasa PSSI menghalanginya memilih pemain yang berlaga di ISL. Tidak hanya timnas, hal itu berlaku juga di klub.
Keputuan Capello menjadi berita besar tentu karena dia memegang salah satu kursi pelatih paling panas di dunia, Inggris. Apa saja terkait timnas, bisa jadi besar di tangan pers Inggris. Apalagi, ini hanya soal "jabatan kapten" yang tidak terlalu berpengaruh ketimbang, katakanlah, larangan memilih pemain. Orang pun mengira Capello kurang waras.
Tapi, saya mendukung pilihan Capello. Ini soal prinsip bagi dirinya. Untuk yang satu ini tidak ada tawar-menawar, karena dengan itu dia bisa menjadi seperti sekarang. Atas dasar hal ini, ke-"tidak suka"-an saya terhadap Don Fabio murni tetap murni karena latar belakang saya sebagai interisti. Hehehe.
Jika mundurnya Capello menjadi besar, secara otomatis besar pula wacana pengganti dirinya. Salah satu nama yang cukup ramai diperbincangkan adalah Harry Redknapp. Pelatih Tottenham Hotspurs ini menguat tidak saja karena dia seorang Englishman, tapi juga prestasinya. The Lilywhite dibawanya menembus papan atas dengan komposisi pemain yang kebanyakan "orang-orang buangan".
Saya termasuk seorang yang kurang mendukung Redknapp melatih Inggris. Alasan utamanya adalah terkait Tottenham Hospurs itu sendiri.
Melatih The Three Lions otomatis meninggalkan kursi di Spurs. Bagi saya, apa yang dilakukan Redknapp di klub asal London itu luar biasa. Dia menunjukkan bahwa prestasi sebuah klub tidak melulu menyangkut uang. Sebuah tim bisa dibangun dengan pemain "biasa-biasa" asal dipoles oleh tangan dingin. Itulah yang dibuktikan oleh Redknapp.
Saya termasuk orang yang kurang suka dengan dominasi empat klub terkuat Inggris yang lazim disebut The Big Fours: MU, Arsenal, Chelsea, Liverpool. Spurs mematahkan dominasi itu pada musim 2009/2010 dengan bercokol di peringkat empat klasemen sehingga lolos langsung ke Liga Champion. Musim lalu Spurs tergelincir, mungkin karena masih belajar adaptasi bermain di dua kompetisi elit. Musim ini Lilywhite tampaknya akan mengulang kembali prestasinya itu. Menempati peringkat tiga klasemen dengan selisih yang cukup jauh dari peringkat empat, membuat peluangnya bertambah besar.
Pertanyaannya, apakah itu akan terwujud andai Redknapp pergi? Saya termasuk yang pesimis. Bukan tak mungkin Modric, dkk., tergelicir mengingat laga akan semakin sulit menjelang akhir musim.
Sebagai saran, mungkin Redknapp bisa menangani Inggris semabari tetap melatih Spurs. Lagipula, Inggris hanya akan melokoni laga-laga uji coba yang tidak terlalu banyak menghabiskan energi. Barulah ketika musim kompetisi habis, perhatian bisa dicurahkan sepenuhnya ke Euro 2012.
Redknapp memang sudah bilang tak akan melatih Spurs dan Inggris secara bersamaan. Tapi, saya kira pernyataannya itu masih berpeluang "bohong". Sama seperti pembelaannya di sidang kasus penggelapan pajak yang mengatakan bahwa dia tidak bisa baca-tulis alias buta huruf seperti bisa dibaca di sini.
Siapa juga yang percaya seorang pelatih buta huruf? So, masih ada peluang, demi Inggris dan Tottenham sekaligus!
Tapi hal ini urung saya lakukan. Keputusan Don Fabio mundur dari pelatih Inggris memang sedikit banyak terkait dengan dugaan rasisme yang dituduhkan kepada John Terry. Namun Capello bukan berhenti karena mendukung rasisme kapten Chelsea itu melainkan haknya terlangkahi oleh intervensi federasi sepak bola Inggris, FA.
Adalah wajar Capello merasa kecewa. Pelatih manapun pasti tidak senang apabila wewenangnya di tim diintervensi oleh manejemen (dalam hal ini FA). Di Indonesia, pelatih timnas U-23 Rahmad Darmawan juga melakukan hal yang sama karena merasa PSSI menghalanginya memilih pemain yang berlaga di ISL. Tidak hanya timnas, hal itu berlaku juga di klub.
Keputuan Capello menjadi berita besar tentu karena dia memegang salah satu kursi pelatih paling panas di dunia, Inggris. Apa saja terkait timnas, bisa jadi besar di tangan pers Inggris. Apalagi, ini hanya soal "jabatan kapten" yang tidak terlalu berpengaruh ketimbang, katakanlah, larangan memilih pemain. Orang pun mengira Capello kurang waras.
Tapi, saya mendukung pilihan Capello. Ini soal prinsip bagi dirinya. Untuk yang satu ini tidak ada tawar-menawar, karena dengan itu dia bisa menjadi seperti sekarang. Atas dasar hal ini, ke-"tidak suka"-an saya terhadap Don Fabio murni tetap murni karena latar belakang saya sebagai interisti. Hehehe.
Jika mundurnya Capello menjadi besar, secara otomatis besar pula wacana pengganti dirinya. Salah satu nama yang cukup ramai diperbincangkan adalah Harry Redknapp. Pelatih Tottenham Hotspurs ini menguat tidak saja karena dia seorang Englishman, tapi juga prestasinya. The Lilywhite dibawanya menembus papan atas dengan komposisi pemain yang kebanyakan "orang-orang buangan".
Saya termasuk seorang yang kurang mendukung Redknapp melatih Inggris. Alasan utamanya adalah terkait Tottenham Hospurs itu sendiri.
Melatih The Three Lions otomatis meninggalkan kursi di Spurs. Bagi saya, apa yang dilakukan Redknapp di klub asal London itu luar biasa. Dia menunjukkan bahwa prestasi sebuah klub tidak melulu menyangkut uang. Sebuah tim bisa dibangun dengan pemain "biasa-biasa" asal dipoles oleh tangan dingin. Itulah yang dibuktikan oleh Redknapp.
Saya termasuk orang yang kurang suka dengan dominasi empat klub terkuat Inggris yang lazim disebut The Big Fours: MU, Arsenal, Chelsea, Liverpool. Spurs mematahkan dominasi itu pada musim 2009/2010 dengan bercokol di peringkat empat klasemen sehingga lolos langsung ke Liga Champion. Musim lalu Spurs tergelincir, mungkin karena masih belajar adaptasi bermain di dua kompetisi elit. Musim ini Lilywhite tampaknya akan mengulang kembali prestasinya itu. Menempati peringkat tiga klasemen dengan selisih yang cukup jauh dari peringkat empat, membuat peluangnya bertambah besar.
Pertanyaannya, apakah itu akan terwujud andai Redknapp pergi? Saya termasuk yang pesimis. Bukan tak mungkin Modric, dkk., tergelicir mengingat laga akan semakin sulit menjelang akhir musim.
Sebagai saran, mungkin Redknapp bisa menangani Inggris semabari tetap melatih Spurs. Lagipula, Inggris hanya akan melokoni laga-laga uji coba yang tidak terlalu banyak menghabiskan energi. Barulah ketika musim kompetisi habis, perhatian bisa dicurahkan sepenuhnya ke Euro 2012.
Redknapp memang sudah bilang tak akan melatih Spurs dan Inggris secara bersamaan. Tapi, saya kira pernyataannya itu masih berpeluang "bohong". Sama seperti pembelaannya di sidang kasus penggelapan pajak yang mengatakan bahwa dia tidak bisa baca-tulis alias buta huruf seperti bisa dibaca di sini.
Siapa juga yang percaya seorang pelatih buta huruf? So, masih ada peluang, demi Inggris dan Tottenham sekaligus!
Komentar
Posting Komentar