AC Milan Akan Beruntung di Lain Kesempatan



sumber gambar: fifa.com

Perdelapan final Piala Dunia 2010. Inggris tertinggal 1-2 dari Jerman di babak pertama. Untuk lolos The Three Lions harus mengejar selisih satu gol itu. Lalu datanglah momentumnya. Frank Lampard yang berdiri di luar kotak penalti  menerima bola yang lansung dilesakkannya dengan keras ke arah gawang. Si kulit bundar menyentuh mistar dan memantul dengan keras ke tanah melewati garis gawang. Tapi dengan cekatan Manuel Nauer mengambil bola seolah itu bukan gol. Sang wasit dan hakim garis pun mengiyakan tindakan Nauer. Inggris gagal menyamakan kedudukan dan harus kebobolan dua gol lagi sehingga harus berhenti di babak 16 besar.

Di akhir laga Nauer mengatakan bahwa dia sengaja langsung melempar bola tanpa menoleh ke arah wasit dan hakim garis. Itu dilakukan supaya sang pengadil tidak perlu berpikir bahwa bola melewati garis gawang. Manuel Nauer memang cerdik!

Saya pikir inilah apa yang disebut humanisme dalam sepak bola itu. Bahwa manusia memang tiada sempurna dan kelemahan itu sebisa mungkin dimanfaatkan. Ini pula yang diperbuat Diego Armando Maradona tatkala mencetak gol “tangan Tuhan” ke gawang Inggris pada perempat final Piala Dunia 1986. Sesudah mencetak gol, dia mengatakan kepada rekan-rekannya untuk segera menghampirinya dan merayakan go tersebut; kalau tidak maka wasit bisa berubah pikiran. Tentu, wasit tidak mengerti bahasa Spanyol dan itu manusiawi!

Alangkah tidak enaknya menjadi orang Inggris di dua kesempatan itu. Seakan-akan mereka dizalimi dengan “ketidaksengajaan” wasit. Tapi, sekali lagi, itulah sepak bola yang melibatkan manusia di dalamnya. Selama kita masih percaya bahwa tidak ada manusia sempurna, selama itu pula akan kita temui contoh-contoh seperti itu.

Dini hari tadi, AC Milan menjadi korban kesekian dari kealpaan wasit. Melawan musuh bebuyutannya di Serie A, Juventus, I Rosonerri butuh kemenangan agar bisa terus memimpin klasemen. Pada awalnya upaya itu berhasil. Tendangan keras Nocerino tidak bisa diantisipasi Gianluigi Buffon akibat mengenai rekan setimnya. Gol tersebut menambah semangat Robinho dkk. untuk semakin membenamkan Si Nyonya Tua.

Kesempatan lainnya datang ketika Sulley Ali Muntari berada di posisi pas untuk menyundul bola. Bola melewati garis gawang, tapi Buffon masih bisa menghalaunya. Tejadilah peristiwa menyesakkan itu. Ternyata sang wasit tidak meniup peluit untuk mensahkan gol. Pemain-pemain AC Milan pun hanya bisa melonggo melihat bola dilempar ke tengah lapangan.

Peristiwa ini mungkin membuat banyak orang semakin menghendaki agar teknologi garis gawang diberlakukan. FIFA dan UEFA yang selama ini bersikeras untuk tidak menggunakan teknologi tampaknya juga kian menyadari bahwa kesalahan-kesalahan seperti itu bisa merusak sepak bola yang sangat kapitalistik ini.

Namun, saya selalu percaya bahwa sepak bola adalah olahraga yang sangat manusiawi. Sepak bola bukan seperti tenis atau taekwondo yang menggunakan rekaman untuk menilai apakah ada yang salah dari keputusan wasit. Tenis memang membutuhkan teknologi itu karena sebagain besar poin ditentukan oleh “out” atau tidaknya bola. Tapi dalam sepak bola, peristiwa seperti Minggu dini hari tadi sangat langka adanya.

Karenanya, jika sekarang Milan harus mengelus dada karena kehilangan dua poin, maka di lain waktu pasti balasan itu akan datang. Seperti Inggris yang pada final Piala Dunia 1966 diuntungkan lewat gol kontroversial Geoff Hurst ke gawang Jerman; Inggris juga yang menerima balasan setimpal pada Piala Dunia 2010 lalu. Dan itu menghadapi negara yang sama. L’Histoire se repete, sejarah memang suka berulang, karena manusialah yang telibat di dalamnya. 

Komentar

Terpopuler

You’ll Never RACIST Alone, Suarez!

Kehebatan Barcelona: Tiki-taka, La Masia, dan Wasit!

Yang Kurang dari Penjelasan Ilmuwan tentang Lionel Messi