Luhut Pandjaitan Akhirnya Terserempet Sepak Bola



Saya berpendapat seorang tokoh politik belum sah menjadi media darling kalau belum terserempet dunia sepak bola.

Kita masih ingat ketika seorang Dahlan Iskan menjadi buah bibir pemberitaan sejak akhir 2011. Setiap isu bisa ditanggapi oleh bekas bos Jawa Pos itu mengingat dia memimpin Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Semua orang tahu, BUMN menerobos hampir semua lini kehidupan kita.

Di tengah popularitasnya itu, pada awal 2012 Dahlan sempat didorong untuk maju sebagai calon ketua umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Pria kelahiran Magetan tersebut diklaim bisa mengakhiri perpecahan di kalangan pengurus PSSI.

Dahlan bukan orang baru di blantika sepak bola nasional. Semasa di Surabaya, dia pernah memimpin manajemen klub Persebaya. Jadi, kriteria pernah mengurus sepak bola terpenuhi andai Dahlan mau mencalonkan diri.

Pesona Dahlan pelan-pelan meredup terganti oleh Wali Kota Solo Joko Widodo. Nama Jokowi melambung berkat pengenalan mobil Esemka yang digadang-gadang sebagai mobil nasional. Namanya tambah meroket setelah dicalonkan sebagai gubernur DKI Jakarta.

Jokowi pun menghiasi pemberitaan dengan aneka persoalan hidup masyarakat. Kendati Jakarta hanya salah satu daerah, statusnya sebagai Ibu Kota menjadikan isu lokal bersifat nasional.

Saat itulah dia bersentuhan dengan isu sepak bola nasional. Selagi memimpin Solo, Jokowi menjamu Persija dan pendukungnya yang hijrah kandang ke Stadion Manahan. Janji membangun stadion baru pun terucap kepada The Jakmania.

Setelah Jokowi memenangkan Pilgub DKI Jakarta 2012, statusnya sebagai media darling terus bertahan. Penguasa Balai Kota sudah pasti bersentuhan dengan Macan Kemayoran maupun suporter setianya.

Kursi Gubernur DKI Jakarta mengantar Jokowi ke jabatan Presiden RI 2014-2019. Otomatis, seluruh kehidupan negeri ini diurusnya. Tanpa terkecuali, sepak bola.

Setelah Jokowi, media darling silih berganti datang maupun pergi. Paling lama bertahan adalah para penerus Jokowi di Ibu Kota. Apakah itu Basuki Tjahaja Purnama atau Anies Rasyid Baswedan sama-sama menjadi pusat pemberitaan media. Serupa dengan pendahulunya, keduanya tidak bisa melepaskan diri dari sepak bola, khususnya Persija.

Tentu saja di sela tokoh-tokoh di atas ada lagi sederet figur pembuat berita. Namun, masa edar mereka biasanya tidak lama. Karena itu, saya loncat saja ke tokoh yang belakangan hari ini sulit beranjak dari ingatan kita: Luhut Binsar Pandjaitan.

Desas-desus Luhut sebagai orang dekat Presiden Jokowi sudah menjadi perbincangan lingkaran elite. Namun, namanya baru betul-betul meroket di tengah publik manakala didapuk sebagai Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali untuk meredam kasus pandemi Covid-19 sejak 3 Juli 2021.

Sebenarnya, Luhut pun sempat ditugaskan Jokowi menggarap penurunan kasus Covid-19 di sembilan provinsi pada September 2020. Dari segi medan operasi, tugas tahun lalu jelas lebih gede dibandingkan dengan objek PPKM Jawa-Bali sejumlah tujuh provinsi.

Meski demikian, PPKM Jawa-Bali lebih kuat magnitudonya karena kasus infeksi virus corona varian Delta sudah melambung tinggi. Terlebih, konsep pembatasan kegiatan masyarakat betul-betul mempenetrasi sampai tingkat terdalam.

Perbedaan lainnya, restriksi tahun 2020 masih berbasis rezim Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemberlakuan PSBB ditentukan oleh kepala daerah. Alhasil, kita pernah mengalami PSBB versi penuh maupun transisi atau mikro.

Sebaliknya, PPKM yang berlaku sejak Januari 2021 bersifat top-down. Pemerintah pusatlah yang menentukan apakah mobilitas masyarakat di daerah perlu dibatasi usai menengok indikator epidemiologi. Dengan rezim PPKM, beban kepala daerah sedikit lega. Konsekuensinya, magnitudo pemberitaan mereka pun berkurang dan diambil oleh tokoh-tokoh pemerintahan pusat.

Di rezim PPKM ini, tiap minggu kita harus melihat wajah Luhut. Entah itu ketika dia mengumumkan lanjut-tidaknya PPKM—yang ternyata berganti-ganti dengan Jokowi—atau sekurang-kurangnya membeberkan lebih detail jenis relaksasi atau pengetatan baru.

Konsekuensi dari tugasnya itu, Luhut sudah pasti membicarakan ‘semuanya’. Apa yang dibatasi dalam PPKM terkait erat dengan lika-liku kehidupan kita. Sektor kesehatan sudah pasti, selebihnya adalah ekonomi, pendidikan, teknologi, dan budaya.

Sampailah kemudian, Luhut masuk ke ranah yang tak kalah penting: sepak bola. Olahraga sebenarnya tidak asing bagi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tersebut. Dia pernah memimpin organisasi karate dan malah sekarang mengomandani Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI).

Hanya saja, sepengetahuan saya Luhut jarang menyinggung sepak bola. Untuk ukuran seorang yang kadung dicap suka membicarakan dan mengurus ‘semuanya’, Luhut bisa saja mencolek sedikit olahraga paling populer di Indonesia tersebut. Omongannya sudah pasti bernilai berita.

Ternyata, bukan Luhut yang menyerempet sepak bola tetapi sebaliknya. Semua diawali dari niat PSSI memutar kompetisi Liga 1 musim 2021/2022. Sebelum ke Luhut, rekomendasi sudah didapat dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Ganip Warsito selaku Ketua Satgas Penanganan Covid-19.

Ganip memberikan lampu hijau asalkan PSSI menerapkan protokol kesehatan ketat. Berbekal restu Satgas, PSSI dan operator liga kemudian menghadap Luhut. Hasilnya, Liga 1 diizinkan berputar dengan tiga laga percobaan.

Isi pertemuan tersebut kemudian dipaparkan kepada publik. Kita mendengarkan sendiri Luhut mengucapkan pembukaan Liga 1 saat pengumuman perpanjangan PPKM pada Senin, 23 Agustus.

Saya minta para suporter untuk tidak datang ke stadion atau melakukan aktivitas nonton bareng. Mari kita mendukung klub masing-masing dan menikmati jalannya pertandingan dari rumah saja,” ujar Luhut.

Malam hari ini, Liga 1 musim 2021/2022 resmi dibuka dengan mempertemukan juara bertahan Bali United dan Persik Kediri di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Dua pertandingan lain akan menyusul pada esok dan lusa.

Tidak ada sorak-sorai pendukung seperti biasa. Semua kita hanya bisa terpaku di depan layar televisi atau ponsel pintar. Bagaimana lagi, inilah konsep terbaik agar kompetisi sepak bola bisa berputar di era pandemi.


<Sumber gambar di sini>

Komentar

Terpopuler

Perempat Final Sensasional di Piala Asia U-23

Hasil Ultra Petita dari Shin Tae-yong

Level Tinggi Garuda Muda