Level Tinggi Garuda Muda
Antiklimaks. Indonesia gagal melangkah ke Olimpiade 2024 di Paris. Kamis malam, 9 Mei waktu Indonesia, dalam babak playoff antara wakil AFC dan CAF, Timnas Indonesia U-23 takluk 0-1 dari Guinea.
Gol tunggal kemenangan Guinea diperoleh dari titik putih. Banyak pendukung Timnas yang mengatakan hukuman penalti tidak sah. Namun, saya pribadi berpendapat pelanggaran Witan Sulaeman yang diganjar penalti dilakukan di zona terlarang.
Kekalahan adalah kekalahan. Kita harus menghargai bahwa Guinea tampil lebih baik. Dari empat kekalahan Garuda Muda menuju Olimpiade—tiga di Piala Asia U-23 dan satu di babak playoff—mungkin takluknya Marselino Ferdinan dkk semalam adalah yang paling fair. Ini berbeda dengan kekalahan dari Qatar, Uzbekistan, dan Irak yang kontroversial karena keputusan wasit atau asisten wasit di ruang VAR.
Melihat bagaimana anak asuhan Shin Tae-yong (STY) bermain, kita bisa mengatakan bahwa Indonesia sudah berada di level tinggi. Semua penakluk Indonesia adalah negara yang lebih kuat dan berpengalaman. Peringkat mereka di FIFA Ranking lebih tinggi, termasuk Guinea sebagai wakil Afrika yang biasanya sulit ditaklukkan oleh negara-negara Asia.
Merujuk murni pada teknis sepak bola, Indonesia memang bukan yang terkuat selama satu bulan ini. Akan tetapi, sepak bola juga memungkinkan keberuntungan. Indonesia memperolehnya ketika menundukkan Australia dan Korea Selatan. Dan, hoki juga sebenarnya bisa didapatkan ketika bersua Uzbekistan. Sayang di sayang, wasit dan pengendali VAR mencari-cari kesalahan pemain-pemain Indonesia sehingga lahirlah keputusan-keputusan kontroversial.
Kekalahan akibat diskriminasi wasit atau pun penalti membuktikan bahwa Indonesia sudah selevel dengan tim-tim kuat. Dalam sejarah sepak bola, kemenangan atau kekalahan dalam laga antara dua tim seimbang bisa ditentukan oleh faktor nonteknis, terkhusus wasit dan perangkatnya.
Maka, marilah kita syukuri keberhasilan Timnas Indonesia U-23 maju hingga ke babak semifinal Piala Asia U-23. Ini adalah keikutsertaan pertama, tetapi langsung dengan sukses tertinggi. Kita mungkin berharap masuk Olimpiade lagi setelah 1956, tetapi belum waktunya.
Benar kata Ketua Umum PSSI Erick Thohir bahwa pasukan Garuda Muda adalah generasi emas Indonesia. Mereka adalah skuad inti dalam Timnas Senior. Bulan depan, STY akan memimpin Asnawi Mangkualam dkk untuk menghadapi Irak dan Filipina dalam putaran kedua Kualifikasi Piala Dunia 2026. Jika setidaknya satu kemenangan diraih maka untuk kali pertama dalam sejarah pula Indonesia masuk putaran ketiga, fase terakhir untuk mendapatkan tiket Cuope du Monde.
Kita boleh nelangsa dengan penentuan wasit dalam pertandingan. Adalah wajar pula bila kita gundah dengan permainan cenderung individualis satu-dua orang. Akan tetapi, mereka adalah para duta kita di sepak bola. Kita hanya berharap agar mereka betul-betul mencurahkan segala kemampuan untuk negara, bukan untuk kepentingan pribadi.
Pengalaman menunjukkan bahwa apresiasi terhadap pribadi akan datang otomatis seiring dengan prestasi Timnas. Yang tidak boleh adalah kejayaan pribadi satu atau dua pemain sementara skuad Merah Putih mendapatkan hasil minor.
Sumber gambar di sini
Komentar
Posting Komentar