Syukurlah, Italia Gagal Juara…



Perjuangan Italia berakhir sudah. Empat gol yang bersarang ke gawang Gianluigi Buffon menegaskan keperkasaan Spanyol di Euro kali ini. Italia, tim yang punya sejarah besar di dunia sepak bola, harus mengakui bahwa hidup itu bagai roda. Dahulu di atas, kini berada di bawah.

Tiga puluh tahun lalu, Italia menunjukkan kepada dunia bahwasanya Tuhan adalah maha pengampun. Seorang Paolo Rossi yang terlibat skandal dan menjalani hukuman, menjadi manusia putih di Negeri Spanyol. Dibawanya Italia merengkuh Piala Dunia setelah penantian panjang selama 44 tahun.

Tahun 2012 ini sepak bola Negeri Pizza kembali terguncang skandal judi sepak bola bernama calcioscommesse. Banyak orang kembali teringat Paolo Rossi. Akankah Italia kembali juara di tengah skandal yang menimpa kompetisinya? Enam tahun lalu, sejarah memang berulang ketika Azzurri menjuarai Piala Dunia di tengah terpaan kasus calciopoli.

Namun, sejarah akhirnya tidak mau berulang untuk ketiga kalinya. Ketika Italia menaklukkan Inggris di perempat final, semua orang mahfum bahwa kemenangan itu pantas didapat. Tetapi, tatkala dua gol Balotelli mengakhiri perjalanan Jerman di semifinal, maka jantung pencinta sepak bola berdebar-debar menunggu apakah Italia bakal merengkuh trofi Henry Delaunay keduanya. Apalagi, lawan yang dihadapi di final hanyalah Spanyol yang berhasil ditahan imbang di fase grup. Dengan kata lain: tidak kuat-kuat amat.

Spanyol yang dihadapi di final rupanya berbeda. Spanyol ini adalah tim yang lapar akan sejarah. Sejarah bagi Spanyol hanya bisa dibuat dengan satu cara: jangan biarkan dia terulang. Sejarah bagi tim yang pernah berjuluk “spesialis kualifikasi” ini tidak sama dengan “spesialis turnamen” seperti Jerman dan Italia. Bagi yang kedua, sejarah berulang itu akan dinanti. Sedangkan bagi yang pertama, yang didamba adalah: buatlah sejarah baru.

Dan, sejarah baru itu adalah juara beruntun. Tidak ada satupun tim di Eropa yang pernah membuatnya. Jerman sang spesialis turnamen hanya mampu mencapai final beruntun pada 1972 dan 1976, tapi gelar juara hanya diperoleh pada final pertama. Italia memang bukan spesialis turnamen layaknya Jerman. Akan tetapi soal pengalaman, Azzurri lebih baik ketimbang La Furia Roja. Maka, juara di tengah skandal pada 1982 dan 2006 adalah dambaan itu.

Stadion Olimpiade Kiev menjadi saksi bisu bagi sepak bola Italia. Kini, tidak ada lagi alasan untuk menjadikan skandal sepak bola sebagai pelecut semangat. Kita memang tidak bisa mengatakan bahwa hati kecil orang Italia cenderung menginginkan munculnya skandal. Tapi, bukan tidak mungkin, rasa frustasi selama puluhan tahun tanpa trofi membuat mereka berpikir tak mengapa sesekali terjadi skandal.

Jikalau hal ini benar, maka Tuhan telah menyadarkan orang Italia untuk kembali ke jalan yang benar. Telah dua kali Dia mendengarkan doa mereka, bukanlah itu sebagai justifikasi untuk berbuat kesalahan yang disengaja kembali. Bagaimanapun, judi atau pengaturan skor, akan merusak sepak bola itu sendiri. Kalau hal itu terus terulang, bukan tak mungkin kualitas Liga Italia akan semakin di bawah Liga Inggris dan Spanyol.

Maka, kegagalan Italia adalah sesuatu yang patut disyukuri. Mereka patut belajar dari musuh yang telah mengalahkannya. Bagi Spanyol, hanya kompetisi dan pembinaan yang sehatlah yang membuat mereka bisa mendapatkan segalanya. Jikalau kualitas liga itu menurun, semakin kecillah peluang tim nasional untuk berprestasi baik. Dan ini tidak bisa terjadi dalam sekejap malam.

Sumber gambar di sini

Komentar

Terpopuler

Perempat Final Sensasional di Piala Asia U-23

Hasil Ultra Petita dari Shin Tae-yong

Level Tinggi Garuda Muda