Malam Seharga 23 Trofi Liga Champion


Minggu (7/10) kemarin jarang terjadi dalam sepak bola. Dua pertandingan skala besar di dua liga terbaik di dunia terjadi di waktu yang nyaris bersamaan. Pertandingan pertama antara Barcelona versus Real Madrid. Selang sejam kemudian, AC Milan berhadapan dengan Inter Milan.

Keempat klub tersebut adalah yang terbaik di negaranya dalam koleksi gelar di kompetisi antarklub Eropa. Real Madrid dan AC Milan berada di daftar teratas, berturut-turut menjuarai 9 dan 7 trofi Liga Champion Eropa. Meski lebih sedikit, Barcelona dan Inter Milan tidak bisa dipandang remeh. Tercatat 4 trofi tersimpan di lemari Nou Camp, sedangkan Inter Milan selisih satu dengan 3 piala.  

Pertandingan semalam total “bernilai” 23 trofi LC, hampir setengah dari total 57 kali penyelenggaraannya. Inilah pertandingan klub-klub terbaik sepanjang sejarah Eropa. Prestasinya membuat klub lain iri, terobsesi meraih hal yang sama dengan kucuran uang yang seolah tanpa batas. 

El Clasico untuk kesekian kalinya dalam musim ini mungkin membosankan. Tapi, bagaimanapun, kedua klub adalah yang terbaik di Spanyol. Tidak ada pertandingan lain yang mampu menyaingi aroma El Clasico. Jadi, seberapa sering pun dalam semusim kedua klub bertemu, tidak mengurangi gengsinya. Hal ini tentu didasarkan pada fakta bahwa kedua klub diisi pemain-pemain terbaik dunia. Real Madrid dan Barceloa juga penyumbang terbesar pemain di timnas Spanyol, penguasa Eropa dan dunia dalam empat tahun ini.

Tapi, bintang sesungguhnya adalah dua orang itu: Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Berkat dua orang ini, El Clasico seolah dilupakan sebagai ajang adu bangsa antara Catalan dan Castilla. El Clasico menjadi panggung persaingan Ronaldo dan Messi. Ada kalanya Messi menjadi bintang, sedangkan Ronaldo tidak bisa berbuat banyak. Tak sedikit juga terjadi sebaliknya. Bagaimana jika Ronaldo dan Messi sama-sama tampil baik?

Inilah yang terjadi semalam. Laga berakhir imbang 2-2 dengan dua gol masing-masing dicetak Ronaldo dan Messi. Jarang terjadi, tapi tampaknya ini yang paling tak diharapkan oleh orang banyak. Tabiat orang adalah membenci hasil imbang. Orang-orang lebih suka jika ada pemenang dan ada pencundang, meski tetap menyakitkan. Semalam, Ronaldo dan Messi tidak menjadi pemenang dan tidak menjadi pencundang. Barcelona tidak bisa memperlebar selisih 8 poin dari seteru abadinya. Sedangkan Real Madrid makin bersusah payah keluar dari papan tengah, kembali ke “khitah”-nya sebagai penguasa La Liga.

Sebaliknya, di Kota Milan, seperti biasa, Derby della Madoninna adalah pewaris adu gladioator zaman Romawi Kuno. Selalu kita tahu siapa gerangan yang menjadi penguasa Milan. Apakah AC Milan atau saudara mudanya.

Semalam, AC Milan hancur untuk kesekian kalinya. Penampilan buruk akibat ditinggal Ibrahimovic dan Thiago Silva di awal musim, masih belum mengenal kata akhir. Inter Milan menjadi klub kesekian yang membuat Masimiliano Aleggri tidak tidur tenang memikirkan nasibnya. Bukan sepenuhnya salah Aleggri, karena dia tidak punya daya mempertahankan Ibra dan Silva. Tapi manajemen klub tentu tidak mau dan tidak mungkin menyalahkan dirinya sendiri. Resiko selalu berada di pundak seorang pelatih.

Bagi allenatore Andrea Stramaccioni, ini adalah pembuktian kesekian bahwa dia tidak bisa diremehkan. Strama membawa Inter tetap berada di papan atas, tidak seperti musim lalu yang di awal musim menghuni zona degradasi. Ucapan terima kasih patut diucapkan kepada Walter Samuel, sebagai pahlawan pencetak gol tunggal derby semalam. 

Sumber gambar di sini

Komentar

Posting Komentar

Terpopuler

Perempat Final Sensasional di Piala Asia U-23

Hasil Ultra Petita dari Shin Tae-yong

Level Tinggi Garuda Muda