Selamat Tinggal Piala Dunia U-17



Stadion Manahan Solo menjadi saksi lahirnya juara baru Piala Dunia U-17. Di partai final, Sabtu malam, 2 Desember 2023, Jerman mengalahkan Prancis dengan skor 4-3 lewat adu penalti menyusul hasil imbang 2-2 sampai babak perpanjangan waktu.


Saya tidak menyaksikan pertandingan tersebut langsung di Manahan. Melihat dari video, tampak stadion berkapasitas 20.000 tempat duduk tersebut berjubel manusia. Ini mengonfirmasi pemberitaan tentang ludesnya tiket sebelum laga semifinal berakhir.


Antusiasme penonton inilah magnet utama sepak bola Indonesia di mata orang asing. Jika Garuda memainkan laga kandang untuk turnamen besar, gelanggang sebesar Stadion Utama Gelora Bung Karno tumpah ruah. Untuk level klub, sejumlah tim legendaris juga mampu menyedot animo para suporter.


Ketika menghadiahi Indonesia dengan status tuan rumah Piala Dunia U-17, FIFA tentu meyakini antusiasme itu akan mengekor. Faktanya, selain partai final, hanya laga yang menghadirkan Timnas Indonesia U-17 saja stadion dipenuhi penonton. Menurut Kementerian Pemuda dan Olahraga, total penonton selama turnamen mencapai 500.000 orang atau rata-rata 10.000 orang per pertandingan.


Banyak penyebab untuk menjelaskan fenomena ini. Pertama, turnamen ini diikuti oleh para pemain berusia kurang dari 17 tahun. Pencinta sepak bola Indonesia tentu saja gandrung akan pemain asing, tetapi di turnamen ini tidak ada magnet seperti Lionel Messi atau Neymar meski negara mereka terdaftar sebagai partisipan.


Kedua, mayoritas pertandingan berlangsung pada hari kerja. Jika nama-nama beken tadi bermain, mungkin seorang pekerja akan mengajukan izin cuti karena memberikan hasil setimpal. Akan tetapi, buat apa harus mengorbankan cuti untuk datang ke stadion yang tidak ada pemain kesohor, bukan? Lebih baik mereka menonton di televisi kantor atau memelototi streaming di ponsel selagi kerja.


Ketiga, perhatian tersedot ke politik. Perhelatan Piala Dunia U-17 beririsan dengan penyelenggaraan Pilpres dan Pileg 2024. Alhasil, pemberitaan media massa dan aktivitas sosial lebih menyorot peristiwa elektoral tersebut. Jika atmosfernya tidak mendukung, tentu rasa penasaran berkurang.


Kita bisa membandingkan penyelenggaraan Piala Dunia U-17 dengan Asian Games 2018. Ketika Asian Games, hampir semua gang atau jalan masuk perkampungan di Jakarta memasang spanduk mendukung pelaksanaan Asian Games. Para penonton juga membanjiri berbagai gelanggang olahraga kendati tidak mempertandingkan atlet Indonesia.


Asian Games 2018 juga berimpitan dengan Pemilu 2019. Akan tetapi, pemberitaan media dan percakapan media sosial sudah kadung ramai dengan atmosfer Asian Games. Belum lagii turnamen empat tahunan itu menghadirkan romantisme masa lalu ketika Jakarta menjadi tuan rumah pada 1962.


Pembeda lain Piala Dunia U-17 dan Asian Games 2018 adalah persiapan. Penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah terjadi pada akhir Juni 2023 atau lima bulan saja dari hari-H. Memang, Indonesia sudah mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 yang batal digelar pada Maret lalu. Akan tetapi, gagalnya satu turnamen bukan berarti memudahkan turnamen lainnya. Bagaimana pun, akan ada sejumlah persyaratan baru.


Sebaliknya, penunjukan Jakarta sebagai tuan rumah Asian Games dilakukan pada 2014. Terdapat jeda waktu empat tahun untuk melakukan persiapan dari nol. Dan, hasilnya adalah sebuah penyelenggaraan turnamen multieven yang tidak bisa terlupa.


Apa pun itu, faktanya Indonesia telah menjadi tuan rumah turnamen sepak bola dunia. Banyak lagi kekurangan selain rendahnya animo. Misalnya saja kualitas rumput Jakarta International Stadium tampak menyedihkan untuk sebuah turnamen besar. Empat stadion buat kompetisi yang diikuti 24 tim rasanya juga terlalu sedikit. Beban berat juga ditimpakan kepada satu stadion, Manahan, penyelenggara dua laga semifinal, satu laga perebutan tempat ketiga, dan partai final. Alhasil, kualitas rumput Manahan saat pertandingan terakhir tidak seindah pada laga perdana.


Kita berharap Piala Dunia U17 bisa menjadi batu loncatan untuk penyelenggaraan turnamaen-turnamen lebih besar. Piala Dunia senior rasa-rasanya mungkin saja dalam tempo 15 tahun ke depan.


Kelak, jika pun kita kebagian jatah sebagai host turnamen akbar, jangan sampai kita sebatas menargetkan diri sebagai tuan rumah yang baik. Sebagai salah satu kontestan, kita juga harus memperlihatkan taji permainan.


Selamat tinggal, Piala Dunia U-17!

Komentar

Terpopuler

Perempat Final Sensasional di Piala Asia U-23

Hasil Ultra Petita dari Shin Tae-yong

Level Tinggi Garuda Muda