You’ll Never RACIST Alone, Suarez!

sumber gambar: liverpoolfc.tv

Apa salahnya punya kulit berwarna hitam? Banyak orang akan mengatakan tidak masalah sama sekali. Karena soal kulit, rambut, ataupun bentuk fisik lainnya adalah pemberian Tuhan. 

Tapi itu semua menjadi terbantahkan ketika kita dengan mudahnya menjadikan warna kulit sebagai bahan ejekan. 

Tidak hanya dalam kedidupan sehari-hari, bahkan dalam sepak bola soal warna kulit jadi perhatian. Mengejek pemain yang hitam warna kulitnya dirasa tidak etis dalam sepak bola yang menjunjung tinggi martabat manusia. Tentu pula bertentangan dengan semangat fair play karena memasukkan unsur non-olahraga ke dalam sepak bola. 

Namun itu tidak masuk dalam pikiran Luiz Suarez. Baginya, menggunakan warna kulit sebagai ejekan adalah hal yang wajar. Dia tidak perlu berpikir lama ketika sedang kesal dalam pertandingan sepak bola, untuk mengeluarkan kata-kata rasis. Itulah yang terjadi dalam pertandingan liga Inggris antara Liverpool dan Manchester United pada 15 Oktober lalu. 

Suarez yang tangannya sudah diidentikkan dengan setan—karena menggunakan tanggannya untuk menahan laju bola ke gawang pada perempat final Piala Dunia 2010—itu kini juga berlaku untuk mulutnya. Dari mulut itu seorang Partice Evra bersedih hati karena dihina warna kulitnya.

Ini pengkhianatan terhadap sportivitas sepak bola. Tapi Suarez tidak khawatir sama sekali. Bahkan ketika FA menghukumnya dengan larangan bermain selama 8 pertandingan. Dari mulut yang digunakan untuk menghina itu, tiada keluar kata maaf sama sekali. 

Tapi beruntung bagi Suarez. Dia bermain di sebuah klub yang membuatnya tidak akan pernah sendirian dalam duka dan suka. Liverpool adalah klub yang semboyan “You’ll Never Walk Alone” suporternya sudah terkenal seantero jagat. Liverpudlian akan setia kepada pemain ketika bertanding. Pun ketika di luar lapangan!

Sebagai bukti, Liverpudlian juga mencontoh perbuatan Suarez. Dalam pertadingan babak ketiga Piala FA melawan Oldham, seorang pemain lawan yang berkulit hitam kena ejekan. Berbeda dengan Evra yang tidak melankolis, pemain ini menangis di tengah lapangan. Air mata yang tercucur itu adalah cermin betapa sebuah kulit tidak dihargai. Padahal yang bersangkutan juga orang Inggris, sama dengan mayoritas penonton.

Tapi itu masih kurang cukup. Partice Evra si pengadu tetap musuh utama. Dan ketika Manchester kembali bertandang ke Anfield, itu adalah kesempatan paling pas untuk menjadikan Evra sasaran teror. Bukan untuk melemahkan mental sang pemain, tapi yang lebih utama adalah membela Suarez. 

Itulah yang kemudian terjadi. Dalam pertadingan babak keempat Piala FA antara Liverpool versus MU, kita bisa saksikan Evra dikerjai suporter tuan rumah. Tatkala membawa bola, pemain asal Prancis ini menerima sorakan “huuuuu” yang bisa didengar jelas lewat audio televisi. Tapi Evra tampaknya kuat dengan keadaan ini. Meski akhirnya Setan Merah harus terhenti langkahnya di Piala FA 2011/2012. 

Sebagai pecinta sepak bola, terlebih yang menjadikan olahraga ini perekat umat manusia, kita harus bersedih hati. Ini adalah sebuah ironi dalam sepak bola. Bahwa perbuatan rasis tidak bisa dihapuskan entah itu oleh pemain ataupun juga suporter. Segenap daya upaya yang dibuat FIFA pun tak kan sanggup menghilangkan tindakan biadab ini. 

Sepak bola memang mampu menarik minat miliaran manusia; sepak bola juga bisa mendatangkan miliaran dollar dalam sekejap; sepak bola pun mampu menjadi hiburan setiap orang. Tapi sayang, sepak bola tidak mampu mengubah seorang rasis. 

Kita sudah saksikan itu di Anfield Sabtu malam kemarin. Dan kita tidak tahu sampai kapan ini akan terus terjadi…

Komentar

  1. cup..cup..cup..

    BalasHapus
  2. fans MU yach ... pantes ga bisa berpikir rasional ....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang bagaimana cara berpikir rasional soal rasisme? Mohon sarannya. Saya bukan fans MU. Hehehe

      Hapus
  3. kan dia cuma balas ejekan si erva amerika selatan. si evra nya aja yg lebai mirip olga syahputri mau ngejek kok gak mau diejek pake mewek lgi macam pemain bancilona.

    BalasHapus
  4. hahaha..keliatan fans looserfool..maaf saya sbg pengamat saja, ini bkn mslh fans ini fans itu..tp masalah yg hrsnya jgn pernah terjadi di dunia olaharaga.

    saya sih lucu aja liatin fans looserfool yg malah dukung tindakan rasis..jelas2 rasis itu dilarang di sepakbola..

    kl gt cocok lah emg luiz suarez main di looserfool, pas bgt sama semboyannya hahahaha...

    BalasHapus
  5. saran buat Samdysara Saragih dan fans2 lain yg berpikiran picik : kata negrito artinya si hitam kecil kata itu memang berdasarkan kulit evra tapi apakah itu racist ? ngga segampang itu pelajari dulu latar belakang suarez, di amerika latin kata negrito itu bukan racist contoh ada pemain yg julukannya negrito namanya Wilfredo "Will" Barahona main untuk Liga Nacional de Honduras club Atlético Choloma.jadi itu benturan budaya yg dengan pongahnya di acuhkan oleh FA. mau contoh benturan budaya ngga usah jauh2 liat kita sendiri aja, kata BULE itu apa artinya ya ?? orang kulit putih kan ? apakah berarti bangsa indonesia ini bangsa yg racist karna hampir semua orang indonesia memanggil orang asing berkulit putih BULE,termasuk sdr Samdysara Saragih saya yakin. kita pasti bilang bukan, kita bukan bangsa yg racist karna itu hanya sekedar julukan koq, bukan hinaan, hmmmmm, keliatannya sama dengan kasusnya suarez ya,. kalo gerrad yg bilang negrito itu baru racist karna di budaya inggris ngga ada julukan negrito. intinya simple tolong jangan terlalu mudah melabelkan orang racist liat dulu secara luas, liat diri kita sendiri baru bicara. respect

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaan sederhananya: rasis atau tidak itu menurut siapa? Kalau yang dikatai marah itu baru rasis. Orang bule tidak marah dikatai "bule" karena tidak ada sentimen negatif terhadap mereka. Bandingkan dengan perlakukan terhadap orang kulit hitam sepanjang zaman! Inilah yang menyebabkan kata ini menimbulkan sakit hati di kalangan mereka..
      Salam!

      Hapus
    2. salam juga, pertanyaan anda menjawab semua persoalan diatas dan membuktikan kedangkalan anda dalam menulis,makanya sampe ada yg nulis : fans MU yach ... pantes ga bisa berpikir rasional, dan anda minta dikasih tau cara berpikir yg rasional,simpel koq bang saragih, berpikir rasional itu cuma melihat satu masalah dari semua aspek/sisi, tulisan anda cuma melihat sisi FA & MU tanpa melihat sisi Suarez dan Liverpool. contoh kedangkalan tulisan anda : Ini pengkhianatan terhadap sporivitas sepak bola. Tapi Suarez tidak khawatir sama sekali. Bahkan ketika FA menghukumnya dengan larangan bermain selama 8 pertandingan. Dari mulut yang digunakan untuk menghina itu, tiada keluar kata maaf sama sekali. keliatan jelas anda ngga ngerti kenapa liverpool & Suarez tidak minta maaf tapi anda dengan dangkalnya menulis itu sebagai "pengkhianatan terhadap sportivitas" keren sih kata2nya tapi ampuuuun deh naif dan maaf,a bit stupid gitu.kenapa saya bilang stupid (sorry lagi nih)karna patokan anda pasti karna suarez dan liverpool menerima hukuman 8 pertandingan tanpa naik banding ke FA,nih saya kasih satu kata keren siapa tau bisa dipake buat nulis lagi kedepannya :
      'agree to disagree" liverpool dan suarez menghormati keputusan FA yg menganggap suarez racist tapi liverpool tetap percaya suarez tidak racist jadi liverpool dan suarez agree to disagree dg FA tapi mereka menghormati FA sebagai badan tertinggi sepakbola dimana mereka bernaung, jadi mereka terima sanksinya tapi ngga perlu minta maaf. kalo bingung baca pelan2 ya bang :)yg diatas itu cuma menjawab tulisan abang sendiri lho : Pertanyaan sederhananya: rasis atau tidak itu menurut siapa?

      boleh contoh satu lagi kedangkalan abang(tanggung nih bang): Bandingkan dengan perlakukan terhadap orang kulit hitam sepanjang zaman! Inilah yang menyebabkan kata ini menimbulkan sakit hati di kalangan mereka..
      Salam!
      kata yg abang maksud diatas itu nigger kali ya bang dan kejadiannya di amerika serikat ngga tau deh kalo di south africa nyebutnya apa waktu jaman apartheid, kalo di amerika latin tempat luis suarez lahir dan besar negro itu bahasa spanyol yg artinya hitam,negrito si hitam kecil itu julukan/bukan penghinaan, nah kalo abang mengatakan :menimbulkan sakit hati di kalangan mereka.berarti sekali lagi abang dengan dangkalnya hanya melihat dari sisi evra n temen2nya sesama kulit hitam, nah dari sisi suarez dan temen2nya sebenua amerika latin gimana ??? masa se-amerika latin dicap racist. hayooo, dangkal kan tulisan abang,....

      Hapus
    3. Wah saya baru tahu dari definisi Anda bahwa tidak dangkal itu artinya “hanya melihat dari sisi evra n temen2nya sesama kulit hitam, nah dari sisi suarez dan temen2nya sebenua amerika latin gimana”. Terus bagaimana dengan yang lebih utama dari itu: kemanusiaan?

      Begini aja, saya gunakan dasar berpikir Anda. Saya adalah seorang Uruguay yang berbahasa Latin. Di kampung saya mengatakan teman atau saudara saya dengan kata “negrito” itu biasa saja. Orang-orang kulit hitam di sana tidak akan marah sama saya. Sama seperti tidak masalah mengatakan “birong” (artinya hitam) untuk orang Batak yang kebetulan kulitnya berwarna hitam sebagai ejekan.

      Kemudian saya yang dari Uruguay pergi ke Eropa, tempat di mana banyak juga pendatang-pendatang dari Afrika tinggal. Di sini persoalan kulit bukan remeh temeh seperti di kampung saya. Jangankan mengatakan “negro” yang artinya penghinaan (kata Anda negrito panggilan bukan?), berperilaku kayak monyet saja (meski bercanda lho) itu artinya sudah mengejek. Ini karena di Eropa penghormatan etnis itu penting mengingat sejarah masa lalu mereka yang chauvinistik. Menggunakan salam Nazi atau pakai Swastika saja akan dianggap sebagai “antisemit” padahal cuma main-main (Di negeri kita, biasa kan menggunakan salam Nazi?). Apalagi mengatakan “Jew” untuk orang-orang Yahudi. Begitupula untuk mereka yang kulit hitam. Mereka ini datang dari Afrika yang dulu dijadikan budak. Di zaman modern, sebutan apapun yang bersangkutpaut dengan kulit hitam” sama saja dengan mengingatkan atas perlakukan kelam di masa lalu.

      Bersambung

      Hapus
    4. Lanjutannya:

      Nah, rupanya saya yang orang Uruguay ini sedikit kurang intelek. Tidak tahu sejarah, tidak tahu humanisme. Tidak mengerti perbedaan budaya. Saya hanya bisa menendang bola. Ini hanya pakai otot, bukan otak. Tiba-tiba, dalam pertandingan saya kesal karena ada orang kulit hitam dari Prancis yang mengganggu saya. Saya balas perbuatannya. Ketika ditanya kenapa, saya menganggap Eropa ini sama dengan kampung halaman saya. Jadilah keluar kata “karena kamu negrito” .

      Inilah kata yang sebetulnya keluar dari mulut Suarez. Jadi bukan hanya keluar sumpah serapah :negrito.
      Dari kata “karena kamu negrito” ini saja sebetulnya sudah timbul pertanyaan bagi yang memakai nuraninya: apakah memang kita berhak menendang orang (sebab ada kata “karena”) dengan dasar warna kulitnya. Andaikata yang ditendang itu orang Arab terus dikatakan , “saya menendang kamu karena kamu orang Arab”, apakah ini bisa dibenarkan? Apakah Anda yang berpikirnya “tidak dangkal” memikirkan soal ini?

      Tapi ini hanya satu sisi saja. Fokus utamanya adalah karena ini Eropa, sedikit saja menyinggung kulit, maka orang kulit hitam akan merasa terhina. Sekalipun itu di kampungnya dianggap biasa (atau panggilan seperti kata Anda).

      Anda mengatakan “karna patokan anda pasti karna suarez dan liverpool menerima hukuman 8 pertandingan tanpa naik banding ke FA”. Bukan, masalah hukum atau norma yang membuat saya prihatin. Itu telihat kecil bagi saya. Karena Anda “tidak dangkal”, Anda pasti pernah mendengar apa yang disebut “sosiologi hukum”. Saya jelaskan sedikit. Sosiologi hukum adalah bagaimana memandang hukum bukan semata teks tertulis, tapi mengkaji juga aspek sosial di masyarakat. Jadi kalau bahasa undang-undang bilang “ menurut KUHP orang yang mencuri sandal dihukum 5 bulan”, menurut sosiologi hukum, harus dilihat dulu latar belakang si pelaku. Kalau dia mencuri karena tidak bisa makan alias miskin, maka si pencuri bisa dibebaskan.

      Sekarang, kita pakai sosiologi hukum terkait Suarez. Andaikata FA tidak menjatuhkan sanski kepada Suarez, apakah lantas tindakannya bisa dibenarkan? Tidak. Kenapa? Karena dalam konteks masyarakat Eropa, orang kulit hitam tidak boleh dihina sekecil apapun itu. Jadi tindakan Suarez tetap menyalahi kemanusian, meskipun dia bisa lolos dari jerat hukuman. Andaikata Suarez melakukannya di Uruguay maka menjadi lain karena sosiologi Amerika Latin mengatakan tidak masalah mengatakan negrito (bagaimana kalau “karena kamu negrito?”). Jadi, saya percaya pada petuah “ dimana bumi di pijak di situ langit dijunjung”. Bukan seenak saya. Jadi sesuatu itu menjadi rasis manakala “objek” merasa terhina meskipun (menurut anda) si subyek tidak bermaksud menghina. Apalagi kalau si subyek memang bermaksud menghina bukan? Jadi jangan mendefinisikan rasisme seolah hanya menjadi rasis kalau Suarez bermaksud menghina. Rasisme terletak pada perasaan si obyek, bukan subyek.

      Karena Anda sudah pakai kata “stupid” dan “dangkal” untuk tulisan saya , sebagai antitesis saya hanya ingin katakan Anda kurang intelek. Jika masih mau menanggapi, tolong gunakan argumen yang sedikit berbobot .

      Hapus
  6. waah abang ngambek nih kayanya :) sorry deh kalo marah dibilang stupid dan dangkal, yg saya bilang dangkal tulisannya lho bukan abangnya :) jadi kalo jawab jangan pake emosi bang, nalar dikit lah, soalnya abang jadi muter2 ngga karuan nih contoh :

    Jadi jangan mendefinisikan rasisme seolah hanya menjadi rasis kalau Suarez bermaksud menghina. Rasisme terletak pada perasaan si obyek, bukan subyek. jadi balik lagi dong ke persoalan bule, kalo ada orang asing yg marah karna di panggil bule maka yg manggil itu rasis ?? padahal yg manggil itu itu ibu2 penjual kaos dipinggir pantai ??

    padahal abang sendiri yg bilang,.. sorry,.. MENJELASKAN :
    Saya jelaskan sedikit. Sosiologi hukum adalah bagaimana memandang hukum bukan semata teks tertulis, tapi mengkaji juga aspek sosial di masyarakat. Jadi kalau bahasa undang-undang bilang “ menurut KUHP orang yang mencuri sandal dihukum 5 bulan”, menurut sosiologi hukum, harus dilihat dulu latar belakang si pelaku. Kalau dia mencuri karena tidak bisa makan alias miskin, maka si pencuri bisa dibebaskan.

    kita bayangin si ibu ditangkep polisi pake hukum tertulis dia di penjara karna rasis, tapi menurut sosiologi hukum si ibu bisa dibebaskan karna "ketidaktahuannya kalo kata yg biasa dia gunakan itu ternyata rasis untuk orang asing"
    sama kaya si suarez dong ya,.. yg dari kecil suka/terbiasa dengan kata negrito,

    abang menjelaskan dengan susah payah dengan penuh ke-intelejensian-nya yg luarrrr biasa ke saya kalo ternyata ada sosiologi hukum, eeh malah dipake dari satu sisi aja,
    sayang banget, setengah jalan bang, kalo bikin sumur belom keluar air alias, ....... dangkal.

    :) jangan marah yaa

    BalasHapus
  7. Sebelum saya balas saya mau bilang makasih karena udah jadi pengunjung rutin blog saya yang masih seumur jagung ini. Hihihi

    Aduh, saya merasa kecewa lho dibilang muter-muter. Padahal setahu saya kalau orang sering bilang "dangkal" itu otaknya pasti sanggup kok untuk menangkap maksud tulisan saya. Ini mirip dengan kiasan "Hanya orang di ketinggian yang bisa melihat dengan jelas ke bawah, bukan sebaliknya", bukan? Atau jangan-jangan...? Hehe

    Tapi, justru itu maksud saya, untuk mengetes aja, sejauh apa "kemampuannya". Toh inti tulisan dan komentar saya tetap sama kok.

    Ambil contoh kalimat ini "Jadi jangan mendefinisikan rasisme seolah hanya menjadi rasis kalau Suarez bermaksud menghina". Ini kata-kata sampeyan lho yang saya bahasakan biar tampak keren, masa nggak tahu? Kata sampeyan kan Suarez itu nggak rasis karena negrito itu kan kata yang biasa digunakan di kampungnya (saya tahu ini kata pengacaranya, lho). Jadi kata "negrito"-nya Suarez berarti tidak ada maksud menghina ya? JAdi otomatis tidak rasis kan, kata sampeyan? (Walapun sampeyan lari dari substansinya, karena kata itu digunakan setelah kesal dengan perbuatan Evra dalam kalimat "karena kamu negrito". Tapi nggak apa2 deh. Saya sengaja tulis ini dalam kurung biar nggak terlalu panjang. Nanti dianggap muter dan malah bingung. Saya fokuskan ke komentar sampeyan saja.)

    Sampeyan aneh deh. Kok pakai analogi "bule" padahal saya sudah jelaskan cukup panjang bahwa kita lihat dari konteks Eropanya. Kalau sampeyan pake analogi bule, tolong dong tandingi dengan konteks sejarah, apabila ada, sejarah masa lalu di Indonesia yang membuat orang kulit putih didiskiriminasi. (Kayak orang negro gitulah di Eropa dan AS). Dengan begitu, kata "bule" dipakai untuk penghinaan. Nah, kalau tidak bisa, ya jangan pakai "sosiologi hukum" atuh, jadi jelek mah kalau dipakai oleh orang yang kurang paham..Hehe. Nggak matching. Atau karena panjang ya penjelasan saya, jadi nggak nyampe? Maaf ya!

    Terus masalah si ibu yang mengatai bule. Aduh, kok jadi nggak nyambung ya. Di mana-mana ya, yang disebut sosiologi itu sudah terkait "orang banyak", sudah jadi budaya dan kebiasaan. Artinya, entah itu presiden atau pengemis atau ibu-ibu di pantai otomatis tahu. Ambil contoh nih. Siapa cih orang d Eropa yang tak tahu rasisme kulit hitam (atau antisemitisme) ? Kalau ada yang nggak tahu itu brt orang gila. Nah si Suarez kan melakukannya di Eropa..Kalau mau pake "sosiologi hukum" itu untuk Suarez, saya bantu dikit aja deh. Kan Suarez sekarang tinggal di Eropa. Andaikata, dia dinyatakan tidak bersalah (seperti harapan sampeyan), padahal budaya orang banyak di Eropa bilang itu menyalahi kemanusiaan. Nah, menurut sosiologi hukumnya, Suarez tetap salah. Jadi andaipun pemilik Liverpool bisa nyogok FA, dan dia bebas, secara sosiologi hukum dia tetap rasis. (Biar paham dan sebagai perbandingan, kita tunggu aja hasil persidangan Terry. Mungkin saya akan menulis ini)

    Jadi lain kalau sosiologi hukumnya di Uruguay. Jadi mengerti kan. Lihat konteksnya dong. Masa ini aja nggak bisa nangkap?

    Tapi makasih loh udah mau berkunjung ke blog saya. Setahu saya cuma sampeyan yang berkunjung rutin ke sini, mengalahkan saya malah yang sering nggak punya uang ngenet. Tak apa deh, bagaimanapun kualitas komennya, tetap aja kan nambah klik untuk blog saya. Hehe..Makasih ya..Saya nggak marah kok, cuma kasihan aja. Soalnya saya mau lihat bagaimanakah pandangan yang nggak dangkal itu, tapi rupanya maksudnya "jangan satu sisi". Kirain isi pikirannya...Padahal saya juga nunggu diskusi yang berkualitas. Hehe. Eh, ada lagi yang salah. Saya memang dangkal lho. Badan saya lebih pendek daripada Messi. Hihihi. Dangkal kan?

    (Eh, bagaimana dengan Suarez kok minta maaf karena nggak salaman dengan Evra? Jadi bagaimana versi nggak dangkalnya menurut sampeyan? Sengaja dalam kurung karena nggak harus dijawab, toh komen saya sebelumnya nggak dibalas semua juga. Peace. Hehe )

    BalasHapus
  8. wah ternyata fisik orangnya dangkal juga tokh,.... kirain pikirannya aja :)
    pengunjung setia ? ngga juga, malah baru pas nulis balesan kemarin saya baca tulisan abang yg lain, yg ternyata yaaah (hampir)dangkal semua ya.
    jadi saya stop aja deh dengan mengucapkan sukses kedepannya.

    Ps. suarez dan kenny minta maaf karna tekanan dari fenway group yg lebih menghawatirkan liverpool sebagai merek dagang daripada sebuah klub sepak bola.

    saya pribadi sebagai pendukung liverpool kecewa dengan suarez tapi lebih karna dia sudah berjanji ke banyak pihak termasuk kenny untuk menjabat tangan evra, seandainya suarez bilang dari awal tidak mau menjabat tangan evra pastinya liverpool/kenny akan melakukan tindakan pencegahan.

    saya banyak berharap sama bloger2 seperti anda untuk bisa menulis dengan bebas tanpa tekanan dan kepentingan pihak2 tertentu, mainstream media menulis dengan kepentingan untuk menaikan omset jadilah tulisan2 mereka bias, yg penting sensasional dan banyak menarik perhatian orang, judul2 pun dipasang dengan sesensasional mungkin tanpa pertimbangan dan research yg cukup.

    anda punya kesempatan untuk itu, untuk jadi independen, smart dan tidak bias yg hanya mengejar sensasi untuk sekedar jumlah klik,saran saya research - research - research sebanyak mungkin ngga susah koq, semua tersedia di internet yg notabene dunia anda.
    saya tunggu tulisan2 anda kedepannya, besar harapan saya untuk anda keluar dari kedangkalan ini.

    salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, tumben terkesan agak “bijak”? Hehehe
      Walaupun sampeyan terus lari dari substansi dari masalah Suarez, sudah cukup bagai saya untuk membuat kategori sampeyan. Ini yang lebih penting bagi saya.
      Tapi saya tidak habis pikir mengapa mengatakan tulisan saya tidak independen? Kalau sampeyan baca profil dan “tentang blog” ini, maka saya maklum jika tulisan di blog ini dikatakan banyak yang tidak seimbang. Sudah jelas sebagai “interisti” membuat sebagian besar tulisan akan subyektif. Memang begitulah opini. Juga blog ini hanyalah semacam catatan-catatan saya setelah menonton atau opini dan pandangan dari berita sepak bola yang saya anggap bisa saya komentari. So pasti tidak akan komprehensif seperti media umum.
      Lain halnya jika saya menulis untuk media mainstream, maka saya akan menempatkan diri untuk berada dalam posisi netral (dan ini gampang saja). Jadi dalam konteks ini (subyektif, tidak lengkap, tidak komprehensif) ini sayamengakui memang hasilnya akan dangkal. Bukankah ini cuma sekedar catatan?Jikalau ada yang mau memperdalam pandangan saya silahkan diskusi lewat komentar. Maka saya akan memperjelas mengapa posisi saya demikian, jadi tidak perlu harus saya tulis semua di blog. Kalau lengkap mah, lebih baik saya kirim ke koran dan dapat uang lagi. Hehehe.
      Blog ini bukan bermanfaat untuk saat ini, tapi untuk masa mendatang sebagai referensi. Bahwa judulnya agak bombastis, memang begitulah adanya “opini”. Berbeda dengan sebuah berita yang (seharusnya) tidak boleh mewakili opini redaksinya. Jadi judul “You’ll Never RACIST Alone, Suarez!” dan judul-judul yang dianggap bombastis lainnya adalah murni isi dari kepala saya yang saya tidak takut untuk ungkapkan karena ini bukan berita.
      Jadi, marilah “nikmati” blog ini apa adanya. Hehehe

      Hapus
  9. apa keringanan hukuman suares dari fia ..kok dia boleh main ?

    BalasHapus

Posting Komentar

Terpopuler

Perempat Final Sensasional di Piala Asia U-23

Hasil Ultra Petita dari Shin Tae-yong

Level Tinggi Garuda Muda