Doa untuk Ranieri


Inter menunjukkan betapa San Siro adalah miliknya dalam Derby della Madoninna jilid 1 musim ini. Senin dini hari sudah sehari meninggalkan kita. Tapi kalaupun hari demi hari berganti, sensasi kemengan atas tim sekota akan terus meresap hingga ke dalam dada.

Betapa beruntungnya FC Internazionale Milano. Menguasai bola hanya sebanyak 40 persen, tapi padanya berpihak kemenangan. Pazzini dan Milito hanya lari-larian tanpa sering memegang bola. Sedangkan di depan gawang Julio Caesar, Samuel dan Lucio berkerja keras untuk menghentikan kelincahan Zlatan Ibrahimovic.

Inilah sepak bola. Asas “semakin benyak menguasai bola, semakin besar peluang cetak gol” tidak berlaku lagi untuk kali ini. Inter bermain mirip dengan era Mourinho: yang penting menang. Sebentar saja I Nerazzurri memainkan gaya menyerang di masa Leonardo. Hasilnya memang lumayan oke. Gelontoran gol ke gawang lawan meningkat. Tapi gaya ini menimbulkan buah simalamaka: inkonsistensi. Inter bisa menaklukkan Bayern Muenchen di perdelapan final, tapi kemudian tanpa diduga kalah telak dari Schalke di babak selanjutnya.

Tatkala Leo memutuskan hengkang ke PSG, La Beneamata asuhan Gian Piero Gasperini lebih inkonsisten lagi. Bukan menyangkut style, melainkan formasi pemain. Sampai akhirnya, ketika presiden klub menunjuk Claudio Renieri, semua orang makin pesimistis. Orang ini dianggap tidak punya mental juara. Lebih jelek lagi: hanya bisa mereparasi tim, bukan membuatnya berprestasi!

Hingga hari ini The Tinkerman seakan mengulangi pengalamannya terdahulu. Seperti saat di Roma pada musim 2009/2010, Ranieri berhasil membawanya melewati fase menyedihkan hingga menduduki posisi kedua di klasemen akhir.

Dua bulan lalu Interisti barangkali berharap pada “tuah” ini. Ketika Inter berada satu tingkat di atas zona degradasi, sulit membayangkan Inter kembali merebut mahkota Serie A dari tangan tetangganya.

Tapi kini, jangankan bermimpi, Inter harus juara! Kalahnya Milan, hasil imbang Juve, serta tumbangnya Uninese membuat selisih antara tim lima besar merapat. Inter yang berada di peringkat lima kini hanya berselisih 6 angka saja dari Juve. Poin dari peringkat zona Liga Champion,Uninese, hanya tiga saja.

Ini tidak dibayangkan dua bulan lalu. Tapi sekarang jadi mungkin. Momentum kini berada di tangan Maicon, cs..

Barangkali interisti sekarang perlu berdoa: jangan sampai tuah Ranieri berlaku. Kalau ini terjadi, perjuangan selama ini menjadi tidak ada guna. Apalagi kalau AC Milanlah yang mengecap manisnya gelar dua tahun berturut-turut.

Justru ini juga kesempatan bagi Ranieri untuk membuat sejarah. Di klub ini dia bisa menghapus kesan melecehkan yang tertanam di benak banyak pecinta sepak bola. Dengan kata lain: win win solution! Baik bagi Inter dan interisti, serta mantap pula bagi The Tinkerman.

Forza Nerazzurri!

Komentar

Terpopuler

Perempat Final Sensasional di Piala Asia U-23

Hasil Ultra Petita dari Shin Tae-yong

Level Tinggi Garuda Muda