Terpesona dengan Irak



Tiga gol penalti Akram Afif dalam final Piala Asia 2023, Sabtu malam, 10 Februari 2024, mungkin akan terus diingat sebagai bumbu khas sepak bola. Akan tetapi, fakta bahwa hattrick tersebut membuat Qatar menang 3-1 atas Yordania dan merengkuh trofi tidak akan terhapus dalam sejarah.

Laga puncak itu sendiri membalikkan prediksi dan harapan pencinta sepak bola netral. Pada babak semifinal, terdapat nama Korea Selatan dan Iran yang lebih punya rekam jejak mentereng di Asia. Namun, sepak bola adalah sepak bola. Apa yang di atas kertas superior belum teruji sebelum dibuktikan di lapangan hijau. Faktanya, Yordania dan Qatar berhasil menaklukkan dua macan Asia itu dengan pertarungan menjanjikan.

Saya sendiri sejak awal mengharapkan Piala Asia kali ini akan dijuarai oleh Iran atau Korea Selatan, juga sempat berangan-angan agar Timnas Indonesia buat kejutan. Di sisi lain, banyak pihak menjagokan Jepang mengingat performa apik Samurai Biru di pentas sepak bola dunia. 

Meski demikian, menilik sejumlah laga penyisihan Piala Asia, saya kemudian takjub dengan cara bermain Irak. Tim berjuluk Singa-singa Mesopotamia ini memang digdaya ketika menghadapi Indonesia di Grup D, menghancurkan Garuda 3-1. Beda kelas peringkat FIFA terkonfirmasi di lapangan hijau. Lagi pula, Irak pernah membantai Indonesia 5-1 di laga Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia. 

Kendati sedih dengan hasil yang berujung kekalahan Asnawi Mangkualam dkk di Grup D, saya terpesona dengan gaya bermain Irak. Para pemain memperagakan permainan cepat, langgam yang identik dengan tim-tim Asia Timur. Aymen Hussein dan kawan-kawan juga mematikan di sekitar kotak penalti lawan. Kaki-kaki panjang mereka, yang merupakan kekhasan postur Timur Tengah, pintar sekali “memegang” bola agar tak mudah lepas. 

Ternyata, bukan hanya Indonesia yang termangsa. Tim terkuat Asia, Jepang, juga bertekuk lutut dengan skor 1-2. Keperkasaan Irak juga dibarengi dengan kekuatan fisik dan semangat juang, ditandai dengan kemampuan menjungkalkan Vietnam di injury time. 

Saya, yang masih menjagokan Korea dan Iran, mulai berpikir ulang. Terlebih, dua tim jagoan awal saya itu kurang moncer kala tampil di grup masing-masing.

Memori saya kembali ke Piala Asia 2007 yang digelar oleh empat negara Asia Tenggara, salah satunya Indonesia. Ketika itu sejak awal saya menjagokan Irak sebagai juara. Bukan karena tim tersebut hebat atau kuat, tetapi semata karena Irak baru saja menderita akibat perang. Saya berharap ketika itu gelar juara akan menghibur sejenak rakyat pewaris peradaban Babilonia itu dari nestapa perang. Dan, terjadilah. Irak mengangkat trofi Asia untuk kali pertama di Gelora Bung Karno setelah menggasak Arab Saudi yang lebih diunggulkan.

Pada tahun 2024 ini, Irak sudah pulih dari perang. Jika tolok ukurnya adalah penderitaan, mungkin Suriah, Lebanon, atau Palestina yang saya harapkan juara. Namun, sepak bola harus dilepaskan dari sentimen-sentimen demikian. Saya hanya melihat kemampuan dan permainan. 

Sebagai juara Grup D, Irak menghadapi Yordania. Sudah banyak cibiran terhadap Yordania yang berstatus peringkat tiga terbaik Grup E. Tim tersebut sebenarnya punya kans menjadi jawara penyisihan usai mengalahkan Malaysia dan menahan imbang Korea. Di pertandingan terakhir melawan Bahrain, Yordania dipecundangi 0-1. Bahrain pun melesat menjadi juara grup, disusul Korea, dan terakhir Yordania. Skenario ini ditengarai karena ketakutan skuad Hussein Ammouta tersebut terhadap Jepang, peringkat kedua Grup D. 

Irak pun bertemu Yordania di babak perdelapan final. Melihat penampilan Jepang, seharusnya Yordania lebih punya potensi menang ketimbang kalau bersua Irak. Saya memprediksi bahwa Irak akan menaklukkan Yordania dengan mudah.

Sialnya, hasil akhir Irak versus Yordania di babak 16 besar meleset dari prediksi saya. Irak kalah. Akan tetapi, kekalahan itu tidak menggambarkan kekuatan sebenarnya di atas lapangan. Irak lebih mendominasi dan berhasil membalikkan keadaan dari kebobolan duluan 0-1 menjadi unggul 2-1. Pembuat petaka adalah wasit Alireza Faghani yang memberi kartu merah pada Aymen Hussein akibat selebrasi gol pembalik keadaan. Ketimpangan jumlah pemain ini berhasil dimanfaatkan secara sempurna oleh Yordania dengan melesakkan dua gol kala injury time. Irak takluk dengan skor 2-3. 

Saya menilai Irak versus Yordania tersebut sebagai pertandingan terseru dan paling menegangkan sepanjang Piala Asia. Tepuk tangan patut diberikan kepada Yordania yang berdaya juang tinggi. Akan tetapi, kartu merah adalah pengubah takdir yang sebenarnya. Sebuah laga bisa dikatakan seru jika dilakoni oleh dua tim sama kuat. Keseimbangan itu, sialnya, terjadi ketika salah satu tim hanya bermain 10 orang. 

Apakah Irak akan terus bermain seperti itu? Kalau iya, saya berharap paling tidak nanti akan tumpul ketika berhadapan lagi dengan Timnas Indonesia di Grup F Kualifikasi Piala Dunia 2026. Kedua tim akan beradu di Gelora Bung Karno dalam partai kelima, Juni 2024. Semoga saja di partai keempat Irak sudah terlebih dulu mengamankan satu tiket ke fase berikutnya sehingga tidak mengganas di hadapan Garuda. 

Sumber gambar di sini


Komentar

Terpopuler

Perempat Final Sensasional di Piala Asia U-23

Hasil Ultra Petita dari Shin Tae-yong

Sejarah Adalah Sejarah