“Robbery” Utuh, Muenchen pun Digdaya!


Tahun lalu, usai kekalahan Bayern Muenchen dari Chelsea di babak final Liga Champion 2012, saya tulis di blog ini bahwa penyebab kalahnya Tim Bavaria adalah karena tidak mainnya Arjen Robben dan Franck Ribery hingga menit terakhir. Ribery terpaksa ditarik di babak perpanjangan waktu karena cedera. Duet maut berjuluk “Robbery” ini pun tak bisa menunjukkan tajinya untuk menjinakkan The Blues di kandang sendiri.

Meski kalah, pasukan Jupp Heynckes tak patah semangat. Tahun ini kita saksikan Muenchen yang lebih perkasa. Berbekal tambahan pemain baru: Javi Martinez, Mario Mandzukic, Muenchen tampil sempurna di Bundesliga maupun Liga Champion.. Di Bundesliga, mereka menampilkan permainan atraktif dan menjungkalkan lawan-lawannya dengan gelontoran gol yang berjibun. Tapi semua tahu bahwa di Jerman, Muenchen memang ”dewa” yang selalu berada di atas. Pembuktian sesungguhnya adalah di Eropa, tempat tim-tim papan atas bersaing memperebutkan trofi paling bergengsi se-Benua Biru.

Nyatanyaa, kita saksikan FC Hollywood yang tak kalah sadis dibandingkan menghadapi tim-tim kampung sendiri. Klub-klub raja diraja di negara lain, takluk pula oleh gelontoran gol Mueller dkk. Tapi tidak hanya klub yang mungkin masih antah berantah, tim-tim yang punya sejarah panjang pun keok. Kita bisa lihat Arsenal, Juventus disisihkan di babak perdelapan dan perempat final. Dan, sebagai pembuktian kehebatannya di Eropa, Die Rotten menghempaskan klub terbaik dunia, Barcelona, dengan cara di luar akal sehat para pemerhati sepak bola. El Barca dibantai 4 gol tanpa balas di Allianz, dan kemudian dibabat 3 gol tanpa balas lagi di Nou Camp, kandang yang dianggap angker selama ini. Tujuh kosong!

Jika Barcelona dianggap tim alien karena diperkuat ”pemain yang berasal dari dunia lain”, Lionel Messi, maka Muenchen membuktikan bahwa Barcelona memang berasal dari dunia ini. Barcelona hanyalah sebuah klub yang mendapat guratan nasib sebagai penguasa sepak bola dalam periode waktu tertentu. Status yang sama pernah didapatkan Muenchen pada tahun 1974-1976 ketika Franz Beckenbauer membawa Muenchen menjuarai Piala Champion tiga tahun beruntun. Juga Real Madrid era Alfredo di Stefano, Inter Milan masa Alessandro Mozzola, atau AC Milan era Van Basten. Kejayaan itu ada ujungnya dan seolah Barcelona memberi tokat estafet kejayaaan itu kepada Muenchen.

Tidak ada yang tahu apakah Muenchen bakal mendapatkan status yang pernah disandangnya itu pada beberapa tahun ke depan. Tapi dari amatan kasat mata kita, Muenchen barangkali memiliki semua yang dibutuhkan tim superior. Namun, sebelum kita mencoba menjadi peramal, marilah kita tengok pertandingan semalam yang sudah memberi legitimasi Muenchen yang jaya. Kita lihat bahwa Muenchen adalah sebuah tim yang dibangun, dibesarkan, oleh beberapa pemain yang memang menonjol.

Pemain itu adalah legiun asing, Robben dan Ribery. Tepat seperti yang tahun lalu saya katakan, peran kedua pemain sangat besar. Saling tonjok antara Robben dan Ribery tahun lalu hanyalah penanda kesatuhatian keduanya. Di mana ada Robben, di situ ada Ribery meski keduanya berposisi sebagai sayap yang seyogyanya saling menjauh. Semalam kita lihat, pertandingan final di Wembley yang berakhir dengan (sudah bisa ditebak) kemenangan Muenchen  2-1 itu, kedua gol terjadi berkat saham Robben dan Ribery. Gol pertama adalah hasil pergerakan satu-dua Robben dengan Ribery. Bola sodoran Ribery berhasil mengelabui bek-bek Dortmund yang tak menduga pergerakan Robben. Teman seakademi Sergio Van Dijk ini membawa bola ke sisi kanan kiper yang mencoba menangkap bola. Tapi di saat yang tepat, Robben berhasil menyodorkan bola ke kaki Mandzukic yang berdiri cukup bebas. Gol!

Dortmund memang berhasil membalas gol itu dengan penalti Gundogan. Entah kenapa Robert Lewandowski tidak mengambil penalti untuk menambah pundi-pundi golnya yang sudah sepuluh itu. Skor 1-1 di babak kedua mungkin mngingatkan kita kembali kepada pertandingan tahun lalu yang berakhir dengan skor sama dalam 90 menit. Hingga... datanglah sesuatu yang tak disangka-sangka itu. Ribery yang menerima bola di area kotak penalti dan dikerubuni bek Dortmund, memberikan sodoran lewat tumit kepada Robben yang berlari dari belakang. Robben membawa bola sebentar dan mengecoh kiper dengan kaki kirinya. Gol, dan waktu sudah menunjukkan menit ke 89. Sebuah mukjizat?

Sekali lagi Robben dan Ribery: Robbery. Di mana ada si Belanda di situ ada si Prancis. Kedua pemain ini saya amati tak bisa dipisahkan dan nasib mereka saling beresonansi. Ribery gagal di final Piala Dunia 2006, empat tahun berselang giliran Robben yang gagal membawa Tim Oranye merebut Coup de Monde untuk pertama kali. Di tahun 2010 itu Robben yang bermain tanpa Ribery di final Liga Champion menghadapi Inter Milan, juga gagal memperoleh juara. Dua tahun berselang, tahun lalu, keduanya bisa bermain bersama meski Ribery kemudian ditarik karena cedera. Robben sendirian akhirnya gagal.

Tahun ini, kutukan spesial runner-up Robbery itu berakhir sudah. Keduanya kini merasakan sensasi mendapatkan trofi utama yang diidam-idamkan pemain klub di Eropa. Robbery mendapatkan piala yang kerap melayang karena mereka berdua tidak bermain bersama. Mungkin Robben dan Ribery ditakdirkan untuk terus bersama. Jangan-jangan malah kejayaan Muenchen memang bakal terwujud jika ada Robbery: Arjen Robben dan Franck Ribery! 

Sumber gambar di sini

Komentar

Terpopuler

Perempat Final Sensasional di Piala Asia U-23

Hasil Ultra Petita dari Shin Tae-yong

Level Tinggi Garuda Muda