Kepedihan Bangsa Yunani


Dini hari tadi kita menyaksikan betapa digdayanya “panser-panser” Jerman menghancurkan pertahanan Yunani. Ini bukanlah untuk mengenang peristiwa 70 tahun lalu kala Angkatan Darat Jerman di Perang Dunia II menyerbu negeri asal Aristoteles itu. Tapi, pasukan kedua bangsa itu sedang berada di atas rumput hijau saling mengejar bola pada ajang Euro 2012. 

Jerman, tim dengan angka sempurna di penyisihan, pantas untuk ditakuti. Tapi Yunani tidak bisa memilih karena mereka hanya menduduki peringkat kedua di Grup A. Itupun diperoleh dengan aroma keberuntungan yang barangkali pertama terjadi di turnamen besar: unggul head-to-head dengan Rusia meski selisih golnya lebih jelek. 
 
Namun Joachim Loew menyadari Yunani bukanlah tim yang mudah ditaklukkan. Kita bisa melihat sendiri komposisi pemain yang diturunkan sang arsitek berbeda jauh dari tiga pertandingan penyisihan grup. Mario Gomes, top skorer sementara, tidak dimainkan sebagai pemain inti. Lukas Podolski dan Thomas Mueler yang biasa menjadi sayap juga berada di bangku cadangan. 

Bukan, bukan karena Tim Panser meremehkan sang lawan. Justru kehebatan tiga pemain itu sudah diketahui oleh pelatih musuh. Maka Loew pun memeras otak untuk menaklukkan pasukan negeri para dewa tersebut. Jerman tentu tidak ingin bernasib seperti Rusia yang garang di depan gawang lawan, tapi takluk oleh juara Euro 2004 tersebut. 

Loew memang hebat. Strateginya berhasil mempertahankan rekor sempurna Panser di Euro ini. Empat gol bersarang ke gawang Sifakis. Dan, keseluruhan gol itu diceploskan oleh pemain yang belum pernah mencetak gol. Phillip Lahm, Sami Khedira, Miroslave Klose, dan Marco Ruse mencatatkan namanya di daftar pencetak gol turnamen empat tahunan ini.
 
Tapi, Yunani juga membuktikan betapa mengerikan serangan baliknya yang diperagakan di babak penyisihan. Dua gol memang tidak bisa menghindarkan Sokratis dkk. dari kekalahan. Tapi Yunani akan bangga bahwa merekalah satu-satunya tim yang mampu mencetak dua gol ke gawang Neuer. Anak asuh Fernando Santos pulalah yang membuat pendukung Jerman di stadion terdiam beberapa saat usai mencetak gol penyama kedudukan, 1-1. Skor yang membuat Ozil dkk. harus mengubah irama permainan tiki-taka-nya.
 
Bagi orang Yunani, kekalahan ini bukan bermakna sepak bola semata. Tangis di wajah suporter Yunani memperlihatkan kepedihan akan hilangnya sebuah pelarian dari krisis ekonomi di negerinya. Sepak bola bisa membuat sebuah bangsa sejenak melupakan getir hidup. Sepak bola lah yang dapat membangkitkan asa untuk mengatasi krisis itu. Lagipula, mereka berhadapan dengan Jerman, negara kaya yang kerap “mengintervensi” pemerintah Yunani dengan kedok Stabilitas Uni Eropa.
 
Namun nasi sudah jadi bubur. Di kala rakyat Jerman tidak merasakan kebangkrutan ekonomi, kebahagiaan di sepak bola juga mereka nikmati. Angela Merkel bersorak kegirangan tanpa ada rasa gengsi sedikitpun sebagai pemimpin negara terkaya di Eropa. Betapa enaknya menjadi orang Jerman, pikir orang Yunani. Tapi sebagai ibu kandung budaya Eropa, orang Yunani harus lebih kuat. Bagaimanapun, mereka adalah pewaris peradaban Yunani masa lalu, yang membuktikan daya tahannya sebagai bangsa lebih dari 2000 tahun. Semoga kesedihan di Gdansk, Polandia, akan berubah menjadi kebahagiaan di tahun-tahun mendatang. 

Sumber gambar di sini

Komentar

Terpopuler

Perempat Final Sensasional di Piala Asia U-23

Hasil Ultra Petita dari Shin Tae-yong

Level Tinggi Garuda Muda